Produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS), Boeing berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 17.000 karyawan atau setara dengan 10% tenaga kerja global. Hal itu dikarenakan kondisi perusahaan terus merugi akibat aksi mogok kerja yang telah berlangsung lebih dari satu bulan.
CEO Boeing Kelly Ortberg mengatakan pengurangan karyawan yang signifikan diperlukan untuk menyesuaikan postur keuangan perusahaan, setelah aksi mogok oleh 33.000 pekerja di Pantai Barat AS menghentikan produksi jet 737 MAX, 767 dan 777.
"Selama beberapa bulan mendatang, kami berencana untuk mengurangi jumlah total tenaga kerja kami sekitar 10%. Pengurangan ini akan mencakup para eksekutif, manajer dan karyawan," kata Ortberg dalam pesan kepada karyawan dikutip dari Reuters, Minggu (13/10/2024) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi mogok yang berlangsung juga menyebabkan penundaan pengiriman pertama jet 777X Boeing selama setahun dan mencatat kerugian US$ 5 miliar pada kuartal III-2024.
Perubahan besar-besaran ini merupakan langkah besar yang dilakukan Ortberg yang baru menjabat pada Agustus 2024. Dia berjanji untuk mengatur ulang hubungan dengan serikat pekerja dan para karyawannya.
Boeing yang dijadwalkan merilis kinerja kuartal III-2024 pada 23 Oktober 2024 memperkirakan pendapatan sebesar US$ 17,8 miliar, kerugian per saham US$ 9,97, dan arus kas operasional negatif yang lebih baik dari perkiraan US$ 1,3 miliar.
Manajer Ekuitas di Great Hill Capital, Thomas Hayes mengatakan PHK tersebut dapat memberi tekanan pada karyawan untuk mengakhiri mogok kerja.
"Saya memperkirakan pemogokan akan selesai dalam waktu seminggu karena para pekerja ini tidak ingin menjadi bagian dari gelombang PHK berikutnya yang melibatkan 17.000 orang," tutur Hayes.
(aid/rrd)