Kontroversi UU Penanaman Modal
Jumat, 30 Mar 2007 10:47 WIB
Jakarta - UU Penanaman Modal yang baru disahkan DPR hari Kamis 29 Maret mengundang banyak kontroversi. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa FKB sempat memberikan minder heids nota atau nota keberatan terhadap pasal-pasal yang dianggap krusial dalam UU tersebut.UU PM ini sebenarnya sudah dirancang sejak tahun 2000. Namun pembahasan mulai dikebut sejak tahun 2004. UU PM ini dimaksudkan untuk merevisi UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.Undang-undang yang berlaku di zaman orde baru itu sudah dinilai tidak kompeten lagi dalam menjawab rendahnya iklim investasi di Indonesia.Mengapa UU itu jadi kontroversi? Ada beberapa pasal dalam UU Penanaman Modal yang sempat dipermasalahkan beberapa pihak.Antara lain pasal 22 mengenai hak atas tanah bagi penanam modal. Soal tanah memang selalu mengundang isu yang sensitif. Apalagi menyangkut hak atas tanah baik itu hak milik atau hak guna usaha.Kalau dirinci, pasal 22 itu berbunyi:Ayat (1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal berupa:a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95(sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun.b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; danc. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.Syarat bagi investor untuk memperoleh hak atas tanah tertuang dalam ayat 2.Ayat (2)Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing.b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan.c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luasd. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara, dane. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak mengganggu kepentingan umum.Ayat (3)Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.Ayat (3)Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan dan dibatalkan oleh pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.Versi pemerintah, pasal 22 Ayat 1 itu tidak melanggar UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hal yang sudah berjalan berdasarkan peraturan-peraturan di bidang pertanahan.Namun Fraksi PDIP menilai bahwa pemerintah telah melakukan kebohongan publik dengan menyatakan bahwa ayat tersebut sudah sesuai dengan UU."Penjelasan ahli hukum pemerintah bahwa ada PP yang mengatur perpanjangan dimuka sekaligus, ternyata tidak ada. Kami sudah mengecek tidak ada. Karena itu, demi menghindari ketidakadilan baru atas hak tanah untuk rakyat maka kami menolak pemberian hak tanah," ujar Anggota Fraksi PDI-P Hasto Kristiyanto dalam rapat paripurna DPR, Kamis 29 Maret.PDI-P sudah melakukan uji publik pada tanggal 28 Maret 2007, dan dilanjutkan dengan konsultasi dengan pakar hukum di bidang agraria, ternyata apa yang disampaikan pemerintah tidak memiliki landasan hukum.Namun anggapan ini ditepis oleh penasihat hukum pihak pemerintah, Erman Rajagukguk. Ketentuan pemberian hak guna usaha hingga 95 tahun dikuatkan dengan PP No 40 tahun 1996 plus UU Pokok Agraria.Dalam PP 40 HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sesudah HGU berakhir, dapat diberikan pembaruan HGU kepada pemegang hak.Juru Bicara Fraksi FKB Maria Ulfah Anshor mengatakan jika HGU diberikan selama 95 tahun, maka WNI yang ingin memperoleh hak atas tanah itu baru pada generasi ketiga. Jadi terlalu lama."Kami meminta penundaan pengesahan RUU ini dan dilakukan lagi uji publik," ujarnya.Namun toh akhirnya, dua fraksi ini kalah suara, DPR tetap mengesahkan RUU Penanaman Modal ini menjadi UU meskipun Fraksi PDI-P walk out saat pengambilan keputusan.Pasal lain yang memicu kontroversi adalah pasal 8 soal pemberian hak kepada investor untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap modal, keuntungan bunga bank, dividen, royalti.Pemerintah menjamin hak untuk repatriasi dan transfer akan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Meski memuat berbagai fasilitas, mulai dari fasilitas fiskal, kemudahan pelayanan hak atas tanah, kemudahan pelayanan keimigrasian, dan kemudahan pelayanan perizinan impor, pemerintah tetap menjamin untuk menjaga kepentingan nasional."Tetapi dalam semua pasal ada rambu-rambu dan pagar untuk menjaga kepentingan nasional," ujar Menteri Perdagangan Mari E Pangestu.UU ini memang sudah ditunggu baik kalangan usaha. Kadin terlihat paling getol meminta UU ini segera disahkan. Investor asing pun tak kalah agresifnya. Mereka menyambut baik pengesahan UU Penanaman Modal ini.UU ini juga akan menjadi senjata pamungkas untuk segera ditandatanganinya Economic Partnerships Agreement (EPA) antara Indonesia dan Jepang. Pada Desember 2006 lalu, Indonesia dan Jepang telah mencapai kesepakatan pokok EPA. Hanya saja untuk penandatanganan kesepakatan itu masih menunggu disahkannya UU Penanaman Modal.Jika EPA Indonesia-Jepang diteken, maka diharapkan investasi akan segera masuk. Meski belum bisa menghitung berapa investasi yang akan masuk, namun Mendag Mari Pangestu yakin betul investasi akan meningkat setelah EPA. Ketua Pansus RUU Penanaman Modal Didik J Rachbini mengatakan, kontrol dan sanksi sudah diatur dalam undang-undang ini. Mulai dari peringatan hingga pencabutan izin usaha atau pembatalan hak atas fasilitas. "Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran undang-undang ini melalaikan kepentingan nasional," ujarnya.
(ddn/qom)