Pesanan Atribut Kampanye Pasar Senen Makin Sepi Bikin Banyak Pedagang Bangkrut

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 29 Okt 2024 07:58 WIB
Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Jakarta -

Geliat usaha pedagang baju-atribut kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, kian lesu meski pada 2024 ini pemerintah menyelenggarakan pemilihan unum (pemilu) serentak. Bahkan kondisi ini membuat sejumlah pedagang di kawasan itu harus gulung tikar alias bangkrut.

Rizal selaku pedagang baju-atribut partai di kawan itu mengaku pesanan kebutuhan kampanye tahun ini turun drastis dibanding periode sebelumnya. Penurunan ini berlaku baik untuk pesanan baju-atribut kampanye Pilpres, Pileg, maupun kepala daerah (Pilkada) yang hingga saat ini masih berlangsung.

"Kalau sekarang (pesana baju-atribut kampanye) agak sepi. Ini saja kita lagi bikin untuk (salah satu pasangan) Pilkada daerah Sorong. Secara jujur ya (pesanan) sepi, jauh dari tahun-tahun kemarin," ucapnya kepada detikcom saat ditemui di kawasan Pasar Senen, Senin kemarin.

Secara keseluruhan, ia menyebut tahun ini toko miliknya mengalami penurunan pesanan baju-atribut kampanyenya hingga 45% dibandingkan dengan periode pemilu 2019 lalu. Kondisi ini terlihat semakin parah jika dibandingkan dengan periode pemilu 2014 hingga 2009 lalu.

"Ini penghasilannya lagi menurun banget, beda sama tahun-tahun kemarin yang alhamdulillah ya, syukur lah. Sekarang, bener dah, yang penting bisa buat makan, sama buat bayar sewa toko, sudah," terang Rizal.

Belum lagi untuk pesanan bendera partai misalnya, ia mengaku pada periode pemilu 2019 lalu tokonya masih bisa mendapatkan pesanan 2.000 hingga 5.000 bendera, namun tahun ini ia tidak mendapatkan pesanan sama sekali.

"(Pesanan) baju masih mending, kalau bendera itu yang sekarang nggak ada sama sekali. Dulu satu partai bisa pesan 2.000-5.000 bendera, sekarang nol. Bendera Merah Putih juga sama, tahun ini sepi pesanan," terang Rizal.

Parahnya lagi kondisi penurunan orderan ini juga dibarengi dengan penurunan perolehan atau jumlah keuntungan yang bisa didapat para pedagang. Artinya dari setiap pesanan untung bersih setiap pedagang semakin tipis yang membuat mereka sulit bertahan.

"Kan kita nge-press (sablon) butuh Rp 3.000 per kaos. Paling kita keuntungan (jual baju kampanye) dapat Rp 500 satu kaos. Ya, gitu doang, kadang-kadang (dapat untung) ya Rp 1.000 (per kaos). Kalau zaman dulu per kaos itu bisa Rp 10.000, Rp 15.000. Karena sekarang jual kemahalan juga nggak akan laku," ungkap Rizal.

Meski Rizal tidak menyebutkan secara langsung jumlah omzet yang didapatnya dulu dengan saat ini, namun sebagian perbandingan pada periode pemilu tahun-tahun sebelumnya ia mengaku bisa membeli mobil hingga sawah dari hasil penjualan baju-atribut kampanye. Namun tahun ini keuntungan yang didapat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya operasional toko.

"Kalau dulu saya akuin untungnya besar banget, bahkan bisa beli mobil, bisa beli sawah, apalagi pas 2014, 2009, itu untung bersih besar banget. Kalau sekarang, ya paling alhamdulillah bisa untuk beli makan sama bayar sewa toko saja," terangnya.

Lanjut halaman berikutnya.




(fdl/fdl)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork