Jakarta -
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ingin membawa Indonesia masuk geng Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan atau BRICS. Di sisi lain, Indonesia juga sedang dalam tahap aksesi untuk masuk Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang beranggotakan 38 negara.
Lantas, lebih banyak mana manfaat yang didapat Indonesia, gabung BRICS atau OECD? Ekonom Senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan opsi terbaik adalah Indonesia bisa bergabung dengan keduanya sehingga mendapat manfaat lebih luas.
"Opsi terbaik tentunya kita bergabung dengan dua-duanya, baik dengan BRICS maupun OECD. Ini mungkin, jadi tidak ada larangan formal bahwa ini merupakan pilihan," kata Wijayanto dalam diskusi virtual berjudul 'BRICS vs OECD: Indonesia Pilih Mana?', Rabu (30/10/1014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dibedah masing-masing, gabung BRICS bermanfaat untuk mempromosikan multilateralisme yang bersifat lebih egaliter. Berbeda dengan OECD yang beranggotakan 38 negara sehingga peran Indonesia jika gabung kemungkinan tidak terlalu besar.
"Berbeda misalnya dengan OECD yang ini ingin mempertahankan status quo, relatif tidak egaliter karena di sana ada negara-negara tertentu yang dominan," ucap Wijayanto.
Selain itu, keuntungan Indonesia gabung BRICS dinilai akan mendorong pemanfaatan mata uang lokal dalam transaksi ekspor dan impor. Manfaat lainnya adalah mendorong global south collaboration.
"Ini sesuatu yang bagus bagi Indonesia. Lainnya BRICS juga akan mendorong global south collaboration, ini kerja sama yang selama ini relatif tidak terlalu serius dibangun padahal secara ekonomi kerja sama ini akan sangat potensial," jelas Wijayanto.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Kemudian kelebihan dari BRICS adalah mempunyai peran produk domestik bruto (PDB) yang besar terhadap global. Tidak kalah penting adalah prosesnya untuk menjadi anggota relatif sederhana, tidak seperti OECD yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.
"Proses menjadi member (OECD) perlu 3-4 tahun dan yang lebih menarik adalah seolah-olah di sini ada negara yang dominan dan negara yang tidak dominan. Seolah Indonesia itu seperti negara yang apply melalui proses revisi oleh negara-negara yang dominan, kemudian hasil akhirnya kita menunggu. Ini situasi yang menurut saya kurang mengenakkan bagi Indonesia karena kita adalah negara besar," imbuhnya.
Terlepas dari itu, bergabung OECD untuk Indonesia juga memiliki beberapa keuntungan. Sebagai organisasi yang mapan, Indonesia berpotensi untuk memperoleh transfer teknologi jika gabung.
"Negara-negara anggota OECD itu maju, ada potensi transfer teknologi, kemudian komunitas yang lebih besar dari sisi jumlah anggota ada 35 anggota," beber Wijayanto.
Selain itu, dengan bergabung menjadi anggota OECD, Indonesia berpotensi untuk mempercepat dan mempermudah proses Indonesia memiliki hubungan kerja sama ekonomi Indonesia dengan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
"OECD ini akan berpotensi mempercepat dan mempermudah proses kita untuk memiliki free trade agreement dengan EU atau IEU-CEPA karena negosiasi ini sudah 10 tahun lebih tidak tuntas-tuntas. Diharapkan dengan bergabungnya Indonesia ke OECD akan lebih cepat," kata Wijayanto.
Melihat keuntungan yang didapat Indonesia, Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam juga mendukung jika Indonesia gabung ke BRICS dan OECD. Jangan sampai Indonesia lebih telat lagi untuk merespons kesempatan ini.
"Dua-duanya sangat bermanfaat dan kalau kita justru lambat untuk memilih, justru itu akan memberikan impact secara ekonomi terutama dari sisi timeline kalau kita telat merespons kesempatan-kesempatan ini," jelasnya.