Donald Trump telah dinyatakan menang dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). Sejumlah kebijakan Trump di masa mendatang diproyeksikan akan menimbulkan dampak terhadap perekonomian ASEAN, salah satu kebijakannya ialah rencana kenaikan tarif impor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan meski selama ini sasarannya lebih kepada impor dari China (Republik Rakyat Tiongkok/RRT), tidak menutup kemungkinan langkah ini bisa berimbas ke negara-negara ASEAN.
"Selama ini targetnya adalah AS terhadap RRT, karena RRT surplus. Namun sama seperti Trump periode pertama, US Treasury-nya melihat semua partner dagang AS yang surplus," ujar Sri Mulyani, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI di Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi mungkin tidak hanya RRT yang kena, ASEAN seperti Vietnam dan beberapa negara lain akan dijadikan poin untuk fokus dan perhatian terhadap pengenaan tarif impor ini," sambungnya.
Sri Mulyani menjelaskan, kondisi perekonomian global saat ini terpantau cukup dinamis, terutama dengan selesainya kontestasi Pilpres AS. Adapun Trump sendiri dijadwalkan akan mulai memimpin AS mulai bulan Januari 2025.
Menyusul kemenangannya, dolar AS mengalami penguatan dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini didorong oleh berbagai arah kebijakan Trump, terutama di bagian penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja untuk beberapa yang sifatnya strategis, hingga langkah proteksionisme seperti kenaikan tarif impor tadi.
Dari sisi geopolitik, lanjut Sri Mulyani, diharapkan ada gencatan senjata atau perdamaian. Kemudian di sisi isu perubahan iklim di bawah Trump, diproyeksikan tidak akan seagresif saat masa kepemimpinan Joe Biden dengan Partai Demokrat.
"Untuk itu pasti akan ada pengaruhnya terhadap dunia, seperti komitmen climate change, dibolehkannya kembali production fossil fuel, nanti mempengaruhi oil price dan juga sama dengan EV (electric vehicle) atau kendaraan listrik dengan seluruh rantainya," ujar dia.
Di samping itu, menurutnya, reaksi market dalam melakukan langkah antisipasi terhadap kebijakan keuangan di bawah Trump perlu dilihat lagi perkembangannya ke depan. Apalagi, langkah-langkah Trump kemungkinan akan cukup ekspansif.
"Karena mereka punya ambisi untuk memotong belanja hingga US$ 1 triliun dalam waktu 10 tahun, berarti US$ 10 miliar per tahun. Namun yield US Treasury 10 tahun mengalami kenaikan karena memproyeksikan bahwa APBN di AS mungkin relatif masih ekspansif," kata Sri Mulyani.
Simak Video 'Trump Akhirnya Menemui Joe Biden di Gedung Putih':
(shc/rir)