.webp)
Impor susu di Indonesia mengalami kenaikan signifikan. Penyebab banjirnya impor susu ini karena rendahnya produksi dalam negeri dan bebas bea masuk impor alias hanya 0%.
Pemenuhan impor susu dari sejumlah negara seperti Australia dan Selandia Baru bebas bea masuk. Penghapusan bea masuk itu karena ada perjanjian perdagangan antara negara tersebut dengan Indonesia.
Hal ini juga dikatakan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani. Askolani membenarkan ada fasilitas perdagangan bebas antara negara-negara tertentu yang telah menyepakati perjanjian tersebut. Perjanjian itu juga termasuk impor susu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu terkait sama FTA (Free Trade Agreement) perjanjian trade agreement ya, antara biasanya dengan ASEAN, dengan Australia, dengan New Zealand, jadi itu yang kita jalanin juga," kata Askolani ditemui di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Kamis (14/11/2024).
Saat ditanya apakah ketentuan bea masuk 0% untuk susu perlu dikaji ulang, Askolani hal tersebut perlu koordinasi dengan Ditjen Pajak Kemenkeu. "Nanti teman-teman dari pajak ya," terangnya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, kebutuhan susu nasional berada pada angka 4,7 juta ton, namun capaian produksi lokal kurang dari 1 juta ton atau hanya 20% dari kebutuhan. Artinya ada defisit mencapai 3,7 juta ton yang akhirnya harus dipenuhi dari impor
Sebelumnya, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi buka-bukaan soal tingginya angka impor susu sapi ke Tanah Air. Dia menyatakan, negara pengekspor susu yang paling banyak dari Australia dan Selandia Baru, memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, sehingga membuat harga produk mereka lebih murah 5% dari harga global saat masuk ke Indonesia.
"Negara-negara mengekspor susu memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5% lebih rendah dari harga pengekspor susu global lainnya," jelas Budi Arie di Kantor Kementerian Koperasi, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2024).
Kemudian, Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Ferry Juliantono, meminta bea masuk 0% untuk susu impor perlu dikaji ulang. Kebijakan bebas bea masuk tersebut memicu pasokan susu segar melimpah dan tidak terserap optimal oleh industri.
Menurut Ferry, tingginya impor susu yang mencapai hampir 4 juta ton per tahun telah menekan daya saing peternak sapi perah lokal. Ferry menekankan bahwa jika kebijakan bea masuk 0% tetap dipertahankan, maka sebaiknya diimbangi dengan pemberian insentif bagi peternak sapi perah domestik.
"Kita perlu insentif yang kuat agar peternak lokal mampu bersaing, mengingat biaya produksi susu lokal per liter lebih tinggi dibandingkan produk impor," jelasnya.
(ada/ara)
