Perum Percetakan Negara Kian Menyedihkan

Perum Percetakan Negara Kian Menyedihkan

- detikFinance
Jumat, 13 Apr 2007 16:18 WIB
Jakarta - Bak anak tiri, nasib BUMN Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sangat menyedihkan. Dokumen-dokumen milik negara kini justru mulai dikerjakan oleh pihak swasta. PNRI merupakan BUMN yang bergerak di bidang percetakan, khususnya untuk mencetak dokumen-dokumen yang sifatnya sekuriti. PNRI kini tengah menghadapi cukup banyak kendala dalam menghadapi persaingan bisnis percetakan dokumen-dokumen penting negara. Menurut Ketua Dewan Pengawas perseroan Turmuzi Harun, saat ini bisnis percetakan dokumen-dokumen sekuriti negara dari pemerintah sudah mulai beralih untuk dikerjakan oleh pihak swasta. "Seperti dokumen penting pemerintah, akta tanah, ijazah, lembar soal Ujian Nasional dan lain-lain, yang memang sangat diperhatikan keasliannya," ujarnya saat ditemui di sela-sela BUMN Forum di Jakarta Convention Center, Jumat (13/4/2007). Turmuzi mengakui bahwa harga yang ditawarkan PNRI memang lebih mahal 50 persen dibandingkan swasta. "Tapi kan dari segi keamanan lebih terjaga, bayangkan jika dokumen-dokumen penting negara dicetak oleh pihak swasta, kan bisa dipalsukan," jelasnya. Harga yang lebih mahal itu, menurut Turmuzi, disebabkan karena banyaknya beban seperti pajak dan administrasi. "Serta fee yang diminta dari pihak pemerintah yang menawarkan order belum lagi memikirkan dividen, sementara swasta kan tidak terbebani dengan hal-hal ini," ujarnya.Dengan harga yang lebih mahal tersebut, lanjut dia, tak heran banyak lembaga pemerintah dan departemen enggak memberikan order ke PNRI karena masalah harga."Ataupun karena memang pihak swasta tersebut memiliki koneksi khusus dengan pihak pemberi order, tapi terkadang juga swasta sering memberikan tender pelaksanaan kepada kita jika mereka tidak mampu," ujarnya. Untuk omset percetakan PNRI dalam setahun hanya berkisar Rp 50 miliar. "Hal ini didapat dari percetakan rutin dokumen-dokumen sekuriti pemerintah," ungkapnya. Namun, menurut Turmuzi, jika ada order khusus seperti untuk kertas pemilihan seperti Pilkada, omsetnya bisa naik hingga 50%. "Seperti tahun-tahun yang lalu, kami bisa mencapai omset Rp 100 miliar, tapi ini sifatnya seasonal," ujarnya. Turmuzi mengaku PNRI cukup sulit bersaing di tengah berbagai halangan aturan. Karena itu, lanjut Turmuzi, PNRI akan berusaha untuk mengajukan adanya undang-undang atau peraturan pemerintah untuk menjadikan PNRI sebagai Government Printing Office (GPO). "Dengan begitu ada aturan yang jelas bahwa setiap dokumen penting negara yang memerlukan keamanan keasliannya, harus dicetak di PNRI, seperti pada Peruri yang ada undang-undang khususnya," ungkapnya. Tragisnya, ungkap Turmuzi, dua BUMN percetakan yaitu PNRI dan Peruri pernah tidak memenangkan tender pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Departemen Dalam Negeri. "Tahun kemarin (2006), tender pembuatan KTP oleh Depdagri ditetapkan 4 perusahaan yang kesemuanya swasta," ujarnya. Tapi, hal ini ternyata diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "BPK memeriksa kenapa sampai PNRI tidak memenangkan tender, sebab bahaya jika kartu identitas seperti KTP dicetak oleh swasta, bagaimana keamanannya," ungkapnya. Demikian juga dengan dokumen untuk Ujian Negara (UN), Turmuzi mengatakan bahwa tidak 100% dokumen untuk UN itu dicetak oleh PNRI. "Bayangkan kalau dokumen seperti ini dicetak oleh swasta," imbuhnya. Karena itu, Turmuzi menginginkan agar pemerintah memperhatikan hal ini. "Kita sangat mengharapkan aturan GPO ini terealisasi, sebab sangat sulit bagi BUMN yang bergerak untuk public service untuk berkompetisi dengan swasta apabila terikat dengan berbagai aturan yang ada," ujarnya. Saat ini PNRI memiliki 12 cabang di daerah-daerah. "Di Sumatera ada 2, Aceh dan Bengkulu, Jawa ada 3, Sulawesi 2, lalu Ambon dan di Irian Jaya ada 4 buah," ujarnya. Untuk laba perusahaan, tahun 2006, PNRI memperoleh laba hanya sebesar Rp 2 miliar. "Dividen yang kami bayarkan ke pemerintah tahun lalu sebesar Rp500 juta, tahun ini kami harapkan meningkat dengan adanya Pilkada, diharapkan order kertas suara akan kami dapatkan," imbuhnya. (dnl/qom)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads