Mentan Pamer Produksi Pangan Melesat Meski Ada El Nino-La Nina

Mentan Pamer Produksi Pangan Melesat Meski Ada El Nino-La Nina

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 05 Des 2024 14:20 WIB
Mentan Amran Sulaiman
Foto: Aulia Damayanti
Jakarta -

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memamerkan keberhasilannya dalam meningkatkan produksi pertanian pada bulan Agustus sampai Oktober 2024. Padahal, saat itu kondisi pertanian dibayang-bayangi kekhawatiran akibat peristiwa El Nino dan La Nina.

Amran mengatakan, saat El Nino melanda menjadi momen kritis bagi pertanian. Ditambah lagi tak lama setelahnya, ancaman La Nina membayangi.

"El Nino di 2024, keras. Lalu La Nina, ada kekeringan, tiga bersamaan.Tetapi ada anomali, alhamdulillah sesuai BPS, bukan kami,ada peningkatan produksi Agustus, September, Oktober," kata Amran, usai Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Menteri PU dan Kasad TNI, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amran mengatakan, peningkatan produksi terjadi cukup tajam. Bahkan produksinya pada kala itu lebih tinggi daripada saat iklim normal."Ini alhamdulillah karena gerakan kita masif pompanisasi," ujarnya.

Di samping itu, ia juga menyoroti dengan kondisi deflasi pangan. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi pertanda bahwa produksi betul-betul meningkat.

ADVERTISEMENT

"Ini anomali juga, terjadi di saat musim peceklik.Artinya apa? Produksi betul-betul meningkat dan itu data BPS," kata dia.

"Kami pertanian tidak mengeluarkan lagi data, yang mengeluarkan dari BPS.Yang sampaikan kemarin adalah Pak Mendagri.Dan BPS rapat bersama Gubernur dan Bupati se-Indonesia. Jadi kita sudah meyakini bahwa produksi naik dengan gerakan-gerakan kita yang kita lakukan," sambungnya.

Sebagai informasi, di tengah kondisi El Nino yang memperburuk kekeringan di berbagai daerah, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat anomali berupa deflasi pada komoditas beras. Pada November 2024, harga beras mengalami penurunan sebesar 0,45% dengan andil deflasi sebesar 0,02%.

Deflasi ini terjadi di 26 provinsi, dengan penurunan terdalam tercatat di Papua Pegunungan sebesar 4,64%. Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan penurunan harga ini didorong oleh panen di sejumlah sentra produksi.

"Gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan harga, termasuk beras medium dan premium," ujar Amalia dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2024).

Selain itu, ia menjelaskan panen di beberapa daerah seperti Bali dan Jambi menunjukkan kontribusi signifikan. Adapun penyebab deflasi beras terjadi karena penurunan harga mulai dari gabah kering panen, gabah kering giling, beras medium, dan premium.

Harga gabah kering panen turun sebesar 1,86% secara bulanan (month to month) dan 6,18% secara tahunan (year on year). Sementara untuk gabah kering giling turun sebesar 1,84% secara bulanan dan sebesar 8% secara tahunan. Lalu, rata-rata harga beras di penggilingan pada bulan November 2024 turun sebesar 1,23% secara bulanan dan sebesar 3,79% secara tahunan.

"Secara nasional penurunan harga GKP terdalam memang ada di Bali dan Jambi. Bali terjadi peningkatan stok karena memang terjadi panen Tabanan, Jambi ini terlihat banyak stok gabah di penggilingan," ungkapnya.

Deflasi ini menjadi fenomena unik mengingat tekanan inflasi beras biasanya meningkat selama periode kekeringan. Namun, pada tahun ini, program intensifikasi lahan rawa, ekstensifikasi, dan penggunaan teknologi serta mekanisasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil menjaga stabilitas produksi.

(acd/acd)

Hide Ads