Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyampaikan produktivitas susu dalam negeri masih rendah imbas dari wabah penyakit kuku dan hewan (PMK) yang terjadi pada 2022. Budi menyebut, produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 22% dari kebutuhan nasional sebesar 4,5 juta ton.
"Dari data tahun 2019-2023 produksi susu dan populasi sapi perah terus menurun. Padahal di saat yang sama, kebutuhan susu dalam negeri terus meningkat di mana data terakhir pada tahun 2023 menunjukkan kebutuhan susu dalam negeri sebesar 4,5 juta ton. Produksi susu segar dalam negeri saat ini hanya mampu memenuhi 22% dari kebutuhan nasional," kata Budi saat rapat kerja bersama Komisi IV DPD RI, Senin (9/12/2024).
Berdasarkan data yang dipaparkannya, produksi susu dalam negeri mengalami penurunan. Pada saat yang bersamaan, impor susu sapi terus meningkat, misalnya pada 2021, produksi susu sapi lokal mencapai 946 ribu ton dan impor susu sapi mencapai 3,66 juta ton. Pada 2022, produksinya menurun menjadi 824 ribu ton dan impornya meningkat menjadi 3,7 juta ton. Sementara pada 2023, produksi susu naik menjadi 837 ribu ton dan impornya juga naik menjadi 3,9 juta ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 50 Sapi Perah dari Australia Masuk RI |
Budi menjelaskan rata-rata produksi harian susu pada koperasi produsen susu masih sebesar 9-10 liter per ekor sapi. Padahal pada peternakan sapi perah modern, produksi susu setidaknya 25 liter per ekor sapi.
Hal tersebut tidak lepas dari sejumlah tantangan, di antaranya, produktivitas sapi perah yang menurun; keterbatasan sarana dan prasarana, seperti minimnya ketersediaan peralatan pemerahan dan peralatan pendinginan; kesulitan akses pembiayaan. Selain itu, kurangnya penggunaan teknologi, persaingan dengan produk impor, serta kondisi iklim yang tidak stabil sehingga memicu muncul penyakit untuk hewan ternak.
"Sebagai contoh pasca munculnya penyakit mulut dan kuku (PMK) pada 2022 karena sesuai data-data terakhir tahun 20022 dan data tahun 2024 sampai bulan November ini terjadi penurunan angka produksi susu, populasi sapi, dan jumlah peternak sapi masih terjadi. Ini berarti PMK yang terjadi sejak tahun 2022 masih memberikan dampak negatif hingga saat ini," jelas Budi.
Merespons tantangan tersebut, pihaknya menempatkan koperasi sebagai agregator peternak sapi melalui berbagai langkah strategis. Beberapa langkah yang disiapkan, seperti peningkatan kualitas dan standardisasi produk susu lokal, kegiatan promosi edukasi dan penguatan kemitraan, peningkatan daya saing produk lokal melalui pengembangan produk olahan susu dan diversifikasi produk.
"Peningkatan akses distribusi susu dan penyediaan kebijakan pemerintah yang mendukung penguatan industri susu nasional," imbuh Budi.
(ara/ara)