Sebanyak 2,6 juta tempat minum merek Stanley ditarik dari pasaran dunia akibat masalah pada tutupnya yang dapat menyebabkan luka bakar.
Mengutip Reuters, Jumat (13/12/2024), Komisi Keamanan Produk Konsumen Amerika Serikat (CPSC) menyatakan, tutup tempat minum berbahan polipropilen pada model tersebut berpotensi menjadi longgar setelah terkena panas dan tekanan. Hal ini menimbulkan risiko serius berupa luka bakar.
Bahkan, CPSC juga mengungkapkan bahwa Stanley telah menerima 90 laporan global terkait masalah tutup yang terlepas. Dari jumlah tersebut, 38 laporan melibatkan luka bakar, dengan 11 kasus membutuhkan perhatian medis. Di Amerika Serikat, terdapat 16 laporan keluhan, termasuk 2 kasus cedera serius.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsumen diminta segera berhenti menggunakan travel mug yang termasuk dalam penarikan ini dan menghubungi Stanley untuk mendapatkan tutup pengganti secara gratis, termasuk pengiriman," ujar pihak CPSC.
Pihak Stanley menjamin bahwa konsumen yang telah membeli produk terdampak dapat memperoleh penggantian tutup secara cuma-cuma. Pelanggan dapat mengunjungi situs resmi Stanley untuk mengetahui alur dan langkah-langkah penggantian tersebut.
Adapun penarikan ini berlaku khusus untuk semua tempat minum baja tahan karat seri Stanley Switchback dan Trigger Action yang dijual di Amerika Serikat.
Produk yang terdampak memiliki kapasitas 12 hingga 20 ons dan tersedia dalam berbagai warna, seperti putih, hitam, dan hijau.
Sementara itu, Charles Lindsey, Profesor Pemasaran dari Fakultas Manajemen Universitas Buffalo, menyoroti pentingnya keseimbangan antara desain, fungsi, dan keselamatan konsumen dalam sebuah produk.
Menurutnya, perusahaan botol minum Stanley telah sukses memasarkan produknya dengan desain yang estetik dan pilihan warna yang menarik. Hal ini menciptakan tren di kalangan konsumen yang menjadikan botol minum Stanley sebagai simbol status gaya hidup modern.
"Orang-orang melihat produk ini digunakan oleh figur yang mereka percayai, sehingga barang ini menjadi simbol status sosial dan penanda selera yang 'terdepan'," ujar Lindsey.
Ia menegaskan bahwa insiden ini seharusnya menjadi pengingat bahwa meskipun sebuah produk populer di media sosial, aspek keselamatan tetap harus menjadi prioritas utama.
(eds/eds)