Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono tidak lagi menenggelamkan kapal asing pencuri ikan. Salah satu penyebabnya, yakni dapat merusak ekosistem laut hingga mendapatkan protes dari salah satu organisasi internasional, Greenpeace.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan ketika kapal ditenggelamkan dapat mencemari lingkungan. Pria yang akrab disapa Ipunk menjelaskan minyak yang digunakan sebagai bahan bakar kapal dapat merusak ekosistem laut.
"Ternyata begitu ditenggelamkan kita dapat masalah dengan lingkungan, dapat protes (dari) Greenpeace, protes kapal yang tenggelam tersebut ada minyaknya, kan mencemari (laut)," kata Ipunk dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, (20/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, bangkai kapalnya juga dapat menghalangi kapal-kapal lain karena terbawa arus. Akhirnya, pihaknya memutuskan untuk tidak menenggelamkan kapal lantaran dinilai tidak memberikan manfaat.
"Kemudian ada juga begitu sampai di bawah. Karena arus, mereka bisa mengguling lagi nongol lagi. Jadi kayak pocong di tengah laut nabrakin kapal-kapal banyak di situ kendalanya sehingga setelah dievaluasi, banyak tidak ada manfaatnya," imbuh Ipunk.
Kapal maling ikan yang disita itu akan digunakan kembali untuk kelompok nelayan, pendidikan, hingga kapal pengawas. Ipunk menjelaskan banyak akademisi yang mengajukan untuk memanfaatkan kapal ikan tersebut. Sayangnya, banyak yang belum mampu mengoperasikan kapal untuk praktik di bidang pendidikan.
"Boleh nih akademisi mengajukan untuk praktik asal memenuhi, dilakukan dengan proses yang benar dan digunakan beneran, karena sudah banyak akademisi yang minta, ternyata begitu mengoperasionalkan nggak mampu. Kemudian untuk kapal pengawas. Kami sita, kami rampas untuk negara. Kita jadikan kapal pengawas dan kita sudah terbukti bisa memanfaatkan, bisa menangkap kapal asing lagi di situ lebih banyak lagi," imbuh Ipunk.
(ara/ara)