Ekonomi RI Diprediksi Betah di 5%, Masih Berat Loncat ke 8%

Ekonomi RI Diprediksi Betah di 5%, Masih Berat Loncat ke 8%

Heri Purnomo - detikFinance
Jumat, 27 Des 2024 21:45 WIB
Pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2021 diramal tembus 7%. BI menyebut hal ini karena pemulihan di sektor pendukung turut mendorong ekonomi nasional.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan sama seperti 2024 yaitu di angka 5%.

Hal ini lantaran tidak adanya strategi kebijakan yang berhasil melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini yang tercermin Purchasing Managers' Index (PMI) melandai ke zona kontraktif atau di bawah 50%.

Akibatnya sektor industri tumbuh rendah, dalam beberapa tahun belakangan hanya tumbuh 3-4%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan sektor industri yang diabaikan tanpa kebijakan berarti seperti ini, apakah layak kita berharap tumbuh 8 persen?," kata Didik dalam keterangan tertulis, Jumat (27/12/2024).

Menurut Didik untuk menggenjot sektor industri perlu reindustrialisasi berbasis sumber daya alam Indonesia. Pasalnya terobosan tersebut telah terbukti sukses di negara industri tidak lain adalah resource-based industry, led-export industry atau outward looking industri.

ADVERTISEMENT

"Tanpa perubahan strategi seperti ini maka mustahil mencapai target pertumbuhan 8 persen. Strategi industri bersaing di pasar internasional ini menjadi kunci berhasil atau tidaknya target pertumbuhan tersebut," terang Rektor Universitas Paramadina ini.

Selain permasalahan sektoral, Didik mengatakan ada masalah fiskal yang kita hadapi, yakni utang dari tahun ke tahun terus membengkak dari persentase, apalagi nominalnya.

Dari tahun 2010 sampai dengan 2024 rasio utang Indonesia terhadap PDB terus naik dari 26 persen menjadi 38,55 persen. Di mana total utang pemerintah sebesar Rp 8.473,90 triliun per September 2024.

Menurutnya, ini merupakan praktek kebijakan dan ekonomi politik utang yang tidak sehat yang menyebabkan tingkat suku bunga tergerak naik tidak masuk akal.

"Suku bunga obligasi utang ini paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Indonesia harus menaikkan tingkat suku bunga yang tidak masuk akal sampai 7,2 persen dengan konsekuensi harus dibayar oleh dan menguras pajak rakyat dalam jumlah yang besar," katanya.

(hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads