Australia memberlakukan aturan baru terkait pengupahan. Perusahaan yang sengaja memberi gaji di bawah UMR berisiko menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda AU$ 1,65 juta atau setara Rp 16,5 miliar.
Dikutip dari ABC Australia, Selasa (14/1/2025), langkah ini merupakan bagian dari penerapan Undang-Undang (UU) baru yang secara nasional akan mengkriminalisasi ketidaksesuaian upah mulai 1 Januari 2025.
Undang-undang dan hukuman baru ini menyusul skandal pelanggaran pembayaran upah di bawah UMR selama bertahun-tahun di Australia. Kasus-kasus terkait melibatkan sejumlah perusahaan besar termasuk Woolworths, Chatime, Qantas, NAB, BHP, 7-Eleven, dan ABC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, badan federal yang menyelidiki kecurangan pembayaran upah hanya dapat menuntut perusahaan dan direktur menggunakan hukum perdata, yang tidak disertai dengan ancaman hukuman penjara.
Kini, Fair Work Ombudsman juga dapat menuntut mereka dengan menggunakan hukum pidana. Namun, mereka harus membuktikan bahwa perusahaan sengaja tidak membayar pekerja dengan upah dan denda yang sesuai, dana pensiun, atau hak-hak lainnya.
"Ini tidak termasuk kesalahan yang tidak disengaja," kata juru bicara Fair Work.
Lebih lanjut, ada sejumlah ketentuan menyangkut penerapan aturan ini. Perusahaan dan individu hanya dapat dituntut atas dugaan pelanggaran yang terjadi setelah 1 Januari, dan tuntutan hanya dapat diajukan oleh badan penuntutan federal setelah dirujuk oleh Fair Work.
Setiap individu yang terbukti bersalah dapat menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda AU$ 1,65 juta atau setara Rp 16,5 miliar. Sementara perusahaan yang bertanggung jawab dapat didenda hingga AU$ 8,25 juta atau setara Rp 82,5 miliar.
Simak juga Video: Gaji UMR, Cukup Nggak Sih Buat Hidup Enak?