Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8%. Target ini dinilai ambisius namun bisa tercapai salah satunya dengan dapat memaksimalkan Foreign Direct Investment (FDI) dan Badan Pengelola Investasi.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Wihana Kirana Jaya, menyoroti pentingnya menarik Foreign Direct Investment (FDI) sebagai salah satu cara untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, FDI adalah salah satu sumber utama untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan BP Danantara dinilai mampu menawarkan fleksibilitas dan transparansi dalam pengelolaan aset akan menjadi daya tarik besar bagi investor asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wihana menegaskan pembentukan BP Danantara sangat relevan dalam menghadapi fenomena mega shifting ekonomi global. Perubahan struktural besar yang terjadi, seperti geopolitik, geoekonomi, dan perang, telah memaksa negara-negara melakukan reposisi strategis, termasuk dalam kebijakan investasi.
"Dalam kondisi mega shifting ini, mindset kita harus berubah. Kita harus mengantisipasi masa depan dengan mengubah organisasi dan proses bisnis. Danantara adalah langkah strategis untuk meningkatkan fleksibilitas pembiayaan investasi jangka panjang," ujar Wihana, di Jakarta, Senin (20/1/2025).
Terkait kebutuhan akan BP Danantara, Wihana berpendapat bahwa badan ini diperlukan untuk meningkatkan fleksibilitas dalam mengelola aset dan pembiayaan investasi. BP Danantara dirancang untuk memanfaatkan aset-aset negara yang besar guna meningkatkan kapasitas investasi melalui tiga platform utama: Indonesia Investment Authority (INA), lembaga-lembaga keuangan pemerintah, dan manajemen aset.
"BP Danantara ini bagus karena mampu meleverage aset pemerintah untuk investasi yang panjang. Dengan fleksibilitas ini, kita bisa membuka peluang lebih besar bagi investor, terutama FDI," jelas Wihana.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya kejelasan regulasi agar badan ini dapat beroperasi secara efektif. "Tanpa reformasi organisasi yang jelas, BP Danantara mungkin kehilangan fleksibilitas yang dibutuhkan. Jadi, kejelasan payung hukum sangat krusial," ujar Wihana.
Menurutnya, peluang utama dari pembentukan BP Danantara adalah kemampuannya mengelola aset-aset besar yang dimiliki BUMN, dengan potensi dana kelolaan awal mencapai US$ 600 miliar atau Rp 9.520 triliun. Dengan mengelola aset dari tujuh BUMN besar, termasuk Bank Mandiri, BRI, dan PLN, BP Danantara dapat menjadi katalis utama untuk investasi langsung, baik domestik maupun asing.
Namun, hambatan juga tidak bisa diabaikan. Dalam jangka pendek, tantangan terbesar adalah menciptakan regulasi yang mendukung, transparansi pengelolaan aset, dan memastikan bahwa investasi yang dilakukan sejalan dengan prioritas pembangunan nasional.
"Selain itu, ada risiko geopolitik dan fluktuasi ekonomi global yang perlu diantisipasi. Kita juga harus memastikan bahwa investasi yang masuk tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi juga memberikan dampak ekonomi jangka panjang," kata Wihana.
Simak juga Video: Prabowo soal Ekonomi RI Tumbuh Pesat: Sebagian Rakyat Masih Miskin