Founder & Chairman CT Corp Chairul Tanjung meminta DPR ikut mengawasi ketat barang impor ilegal. Pernyataan CT ini merupakan respons dari Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), sekaligus merupakan persoalan yang dihadapi dunia usaha Indonesia saat ini
"Akan baik juga kalau komisi XI DPR bisa melakukan itu khusus untuk yang di bawah kewenangan Komisi XI, misalnya dengan bea cukai, terkait pajak, terkait dengan perbankan dan OJK. Ini akan sangat baik untuk bisa menjembatani," katanya Outlook Ekonomi DPR dipersembahkan oleh Komisi XI DPR RI bersama detikcom dan didukung oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Jakarta, Rabu (5/2/2025).
"Karena kita tahu bahwa ini memang bukan kewenangan dari DPR. Tapi kita tahu DPR memiliki power karena DPR wakil rakyat. Karena kalau rakyat bersuara harusnya DPR yang mewakili rakyatnya untuk bisa menyampaikan kepada pihak eksekutif," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dunia usaha jangan sampai terganggu dengan masalah maraknya barang impor ilegal, karena selama ini menjadi agen pertumbuhan ekonomi sekaligus menyerap tenaga kerja.
Dengan adanya penyerapan tenaga kerja maka konsumsi masyarakat ikut terjaga, bahkan bisa meningkatkan.
"Maka investasi akan meningkat karena ada pasarnya. Tapi kalau ini tidak terjadi maka akan terjadi circle down ecomomic. Nah ini yang harus kita jaga. Kita musti buat ekonomi kita itu berputar ke atas bukan berputar ke bawah," terang CT.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun pun merespons saran CT tersebut. "Kami terima sarannya Pak CT," kata Misbakhun.
Sebelumnya di tempat yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), Handaka Santosa, curhati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ihwal produk impor yang membanjiri konsumsi dalam negeri.
Ia mengatakan, produk impor yang menjadi konsumsi publik justru tidak berkontribusi terhadap pajak negara dan tidak dipungut bea masuk. Menurutnya, temuan ini sangat tragis lantaran melemahkan produk-produk lokal.
"Kita menemukan data, sangat tragis sebetulnya. Sangat tragis. Produk-produk yang secara konsumsi dinikmati tetapi secara pajak tidak membayar PPN, bea masuk, dan kemudian malahan dia mematikan produk-produk dalam negeri dan UKM," kata Handaka.
Handaka meyakini, produk-produk impor yang masuk dan dikonsumsi publik adalah ilegal. Pasalnya, produk-produk tersebut tidak memiliki cap Standar Nasional Indonesia (SNI), dan label produk berbahasa Indonesia.
Ia juga menyebut, produk-produk tersebut masuk dengan mudah ke Indonesia. Bahkan, kata Handaka, produk tersebut dapat dibeli melalui salah satu aplikasi e-commerce. Ia mengatakan, produk tersebut dijual dengan harga murah bahkan dinilai tidak mencukupi untuk membayar biaya safeguard.
"Saya nggak sebut nama ya, bertebaran. Merek ini, buat bayar safeguard saja nggak cukup, tapi bisa dijual dengan harga itu," jelasnya.
(hns/hns)