Inggris menghadapi stagnasi ekonomi yang diperkirakan berlanjut hingga paruh pertama tahun ini. Kondisi ini dibarengi dengan risiko kenaikan inflasi dari harga energi yang lebih tinggi.
Inflasi diperkirakan naik cukup tajam mendekati 4%, didorong oleh kenaikan harga gas. Meski resesi diperkirakan dapat dihindari, Inggris dihadapi tantangan stagflasi yakni pertumbuhan ekonomi yang kontraksi dibarengi dengan laju inflasi tinggi.
"Resesi teknis hampir dapat dihindari, tetapi ada risiko pertumbuhan yang sedikit atau tidak ada sama sekali hingga tahun ini," tulis BBC, Jumat (7/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bank Sentral Inggris menekankan bahwa pihaknya akan hati-hati dengan pemotongan suku bunga, mengingat latar belakang ketidakpastian yang luar biasa tentang kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Ketidakpastian tidak hanya tentang apa yang dilakukannya, tetapi juga reaksi pasar terhadapnya dan respons negara-negara lain, termasuk Inggris. Prakiraan yang lebih lemah hari ini tidak memperhitungkan kebijakan tarif AS," jelasnya.
Perekonomian Inggris telah mengalami stagnasi sejak Maret 2024. Selama 2024, perekonomian diperkirakan hanya tumbuh 0,75%, setengah dari yang diperkirakan pada November 2024.
Pengangguran diperkirakan meningkat selama dua tahun ke depan hingga sedikit di bawah 5%. Secara keseluruhan, kondisi domestik menantang dengan ketidakpastian global yang meningkat.
"Bank Sentral telah melakukan inventarisasi kesehatan ekonomi jangka panjang, menyimpulkan bahwa penyakit, pandemi dan Brexit semuanya mempengaruhi produktivitas ekonomi," sebutnya.
Lihat juga Video ' Kota Yorkshire Inggris Tertutup Salju Ekstrem':
(aid/ara)