Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengungkapkan estimasi total biaya kerusakan akibat terbakarnya fasilitas pada smelter di Gresik, Jawa Timur mencapai US$ 130 juta atau kurang lebih setara Rp 2,12 triliun (kurs Rp16.346/dolar AS).
Beruntung seluruh biaya kerusakan ini bisa ditanggung asuransi. Sehingga PT Freeport Indonesia mengalami kerugian lebih untuk biaya perbaikan fasilitas tersebut.
"Total biaya kerusakan itu kira-kira US$ 100 juta lebih (US$ 130 juta) dan sepenuhnya ditanggung oleh pihak asuransi, dan surat dari pihak asuransi juga sudah diterbitkan pada Desember yang lalu," kata Tony dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, ia mengakui imbas kebakaran tersebut fasilitas smelter di Gresik hanya mampu mengolah 40% dari total kapasitas yang seharusnya. Akibatnya sekitar 1,5 juta konsentrat tembaga jadi terbengkalai.
"Kalau kita lihat dampak financialnya karena dengan tidak bisa berproduksinya smelter tersebut, konsentrat yang kami produksi di Papua itu hanya 40% yang bisa dikonsumsi oleh PT Smelting di Gresik," jelasnya.
"Sehingga sisanya memang menjadi idle, dan kalau dilihat jumlahnya itu bisa 1,5 juta ton konsentrat yang tidak bisa diproses," sambung Tony.
Menurutnya jumlah konsentrat tembaga yang tertahan tidak bisa diolah itu bernilai sekitar US$ 5 miliar atau Rp 81,73 triliun, di mana US$ 4 miliar atau Rp 65,3 triliun di antaranya merupakan potensi penerimaan negara.
Secara rinci Tony menjelaskan nilai potensi pendapatan negara ini terdiri dari potensi dividen senilai US$ 1,7 miliar atau Rp 28 triliun, pajak senilai US$ 1,6 miliar atau Rp 26 triliun, bea keluar ekspor US$ 0,4 miliar atau Rp 6,5 triliun, dan royalti senilai US$ 0,3 miliar atau Rp 4,5 triliun.
"kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari US$ 5 miliar. Di mana dari US$ 5 miliar itu pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan itu bisa mencapai US$ 4 miliar atau Rp 65 triliun," papar Tony.
Potensi pemasukan ini belum termasuk dampak pengurangan pendapatan daerah tahun 2025 sebesar Rp 5,6 triliun. Terbagi untuk Provinsi Papua Tengah sebesar Rp 1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp 2,3 triliun, dan Kabupaten lain di Papua Tengah Rp 2 triliun.
"Ada dana kemitraan yang otomatis berkurang karena kalau revenew kita berkurang, dana kemitraan yang untuk pengembangan masyarakat itu yang jumlah 1% dari revenew juga akan berkurang kira-kira hampir Rp 1 triliun (Rp 960 miliar)," terangnya.
Karena hal berbagai potensi ekonomi baik untuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pemasukan perusahaan dan dana kemitraan untuk masyarakat sekitar ini; Tony meminta agar pihak bisa mendapat relaksasi ekspor konsentrat tembaga.
"Sesuai dengan IUPK PTFI bahwa konsentrat dapat diekspor apabila terjadi keadaan kahar namun diperlukan penyesuaian Permen ESDM untuk mengatur ekspor tersebut karena keadaan kahar ini," pungkasnya.
Tonton juga Video: Jokowi Ungkap Penambahan Saham 10% di Freeport Masih Negosiasi
(fdl/fdl)