Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu meminta perusahaan-perusahaan aplikator ojek online (ojol) menurunkan persentase potongan biaya layanan menjadi hanya 10%. Menurutnya, para aplikator tidak berkontribusi besar dalam menjamin keberlangsungan operasi mitra driver.
Sembari menunggu Revisi Undang-Undang Tentang Perubahan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ), Adian berharap ada perubahan untuk persentase potongan ongkos ojol.
"Jika diizinkan sambil kita, sambil menunggu proses revisi UU, memungkinkan tidak ini kita jadikan kesimpulan untuk kita sampaikan pada Menteri Perhubungan (Dudy Purwaghandi) agar tarifnya diturunkan lagi jadi 10%," ujar Adian dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama operator transportasi daring di Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Adian, tarif layanan aplikator terus mengalami kenaikan, dari yang semula 10%, lalu ke 15%, hingga akhirnya saat ini di atas 20%. Padahal, ia menilai bahwa peran aplikator sendiri tidak terlalu besar bagi keberlangsungan operasional para driver.
"Kenapa (diturunkan)? Nggak punya tanggung jawab apa-apa, nggak punya pool, nggak punya montir, nggak urus tertangkap, nggak apa-apa, segala macem, tiba-tiba dapat 20%. Kalau kita tidak atur ini, percayalah kita baik pada mereka, tapi berlaku tidak adil pada perusahaan angkutan yang lain," ujarnya.
Lebih lanjut Adian pun mencontohkan dengan peristiwa beberapa tahun lalu, di mana ada driver yang disandera tetapi pihak operator tidak melakukan apa-apa. Padahal, kondisi tersebut masuk ke dalam pasal penyanderaan.
"Nah yang menarik adalah pihak aplikator nggak peduli peristiwa itu terjadi. Mereka tidak peduli sopirnya ditangkap, disuruh push up, di beberapa tempat dipukuli dan sebagainya mereka nggak peduli," kata dia.
Begitu pula dengan kondisi kesulitan sehari-hari seperti mobil rusak, kekurangan oli, serta apapun tantangan yang dihadapi di lapangan. Adian pun membandingkan dengan perusahaan jasa transportasi konvensional lainnya yang lebih mengutamakan nasib pengemudi.
Menurutnya, justru lebih banyak keuntungan yang bisa didapat oleh aplikator transportasi online. Misalnya seperti taksi offline, disediakan pool hingga perlindungan terhadap kendaraan maupun sopirnya.
"Tapi, keuntungannya sepertinya lebih besar yang (perusahaan) online ini," ujarnya.
Atas kondisi tersebut, ia mengusulkan agar rekomendasi penurunan tarif menjadi 10% ini bisa diproses paling tidak hingga revisi UU LLAJ ini selesai. Jangan sampai, besaran persentase tersebut justru semakin membebani para driver ojol.
"Jangan kita biarkan penindasan terhadap sopir ojek itu semakin lama berlangsung. Rekomendasikan Permen yang mengatur 20% itu diturunkan segera, karena kita tidak bisa menjamin proses revisi ini akan selesai dalam 2 bulan, 3 bulan, 1 tahun, atau 2 tahun. Walau saya berharap selesai dalam 2 bulan ini," kata Adian.
(shc/kil)