Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI mengingatkan pemerintah untuk tidak tergesa-gesa merespon kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menerapkan tarif timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% terhadap Indonesia. PDIP berharap pemerintah bisa melihat peluang dari kebijakan tersebut.
Kapoksi Fraksi PDIP Komisi XI DPR RI Harris Turino mengakui kebijakan ini berpotensi mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang selama ini menikmati surplus US$ 18 miliar per tahun. Namun, ia mengingatkan tidak perlu mengambil kesimpulan tergesa-gesa mengenai dampak mata uang rupiah terhadap dolar AS dan pasar modal.
"Kita perlu menunggu detail tarif yang dikenakan terhadap masing-masing komoditas Indonesia yang diekspor ke Amerika," kata Harris dalam keterangannya, Jumat (4/4/2025).
Harris juga mengingatkan kepada pejabat Indonesia untuk tidak memperkeruh keadaan dengan pernyataan yang kontraproduktif. Ia mengatakan, seharusnya pemerintah Indonesia memanfaatkan peluang yang ada dengan kebijakan yang tepat.
"Di balik goncangan ini, selalu ada peluang dan semoga Indonesia mampu memanfaatkan peluang ini. Jangan sampai malahan peluangnya dirusak oleh pernyataan para pejabat yang blunder hanya demi popularitas yang konyol," sebut Harris.
Harris pun mendorong pemerintah, khususnya kementerian di bidang perekonomian dan perdagangan, untuk segera mengambil langkah strategis. Dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia dinilai perlu segera melakukan pemetaan data yang lebih akurat.
Selain itu, kata Harris, perlu dibentuk tim negosiator yang tidak hanya memahami isu ini secara mendalam, tetapi juga memiliki kapasitas untuk merumuskan strategi yang menguntungkan bagi Indonesia. Bila perlu melibatkan pihak asosiasi perusahaan yang kredibel.
"Pengenaan tarif 64% terhadap produk Amerika yang masuk ke Indonesia adalah batas tertinggi tarif atas barang impor dari Amerika, dan bukan keseluruhan produk Amerika dikenakan tarif 64%," tuturnya.
"Ini hal esensial yang perlu dijelaskan oleh tim negosiator Indonesia ketika membahas tarif secara bilateral dengan pihak Amerika. Kata kuncinya adalah data, bukan sekedar asumsi semata," lanjut Harris.
Lebih lanjut, Harris meminta pemerintah untuk menjelaskan secara transparan kepada publik agar tidak terjadi kepanikan yang berlebihan di pasar uang dan pasar modal. Menurutnya, kebijakan tarif reciprocal ini lebih bersifat alat negosiasi bagi AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangan mereka, bukan keputusan permanen.
Di samping itu, Harris mendorong pemerintah untuk memastikan adanya perlindungan terhadap perusahaan yang terdampak langsung oleh kebijakan Trump. Ia menilai, instrumen fiskal dapat dimainkan untuk mencegah risiko kebangkrutan dan PHK massal akibat lonjakan tarif ini.
"Jangan sampai perusahaan berjuang sendirian yang bisa berujung pada kebangkrutan dan PHK massal. Instrumen fiskal bisa dimainkan untuk mencegah terjadinya pemburukan yang berkepanjangan," tegas Legislator asal Dapil Jateng IX itu.
Untuk jangka menengah dan panjang, Harris berpandangan diversifikasi pasar menjadi langkah penting. Indonesian Trade and Promotion Centre (ITPC) harus lebih aktif dalam mencari peluang ekspor ke negara-negara non-tradisional seperti Amerika Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, serta Afrika Utara dan Barat.
"Ketergantungan Indonesia terhadap pasar Amerika sebesar 10% harus dikurangi agar keberlangsungan ekspor Indonesia lebih terjamin," ungkap Harris.
(acd/acd)