Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengatakan komoditas telur di Tanah Air bisa jadi potensi bagi Indonesia bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) dalam hal tarif impor. Seperti diketahui Indonesia jadi salah satu negara yang terkena tarif resiprokal dari Presiden AS, Donald Trump.
Indonesia sendiri disebut punya surplus telur sekitar 288,7 ribu ton atau setara lima miliar butir per bulan. Surplus telur ini diyakini bisa jadi modal bagi Indonesia untuk berdiplomasi dengan AS.
"Bapak Presiden sudah jauh hari mengantisipasi, bahwa perdagangan itu akan terjadi hal-hal seperti ini. Oleh karena itu, Presiden selalu menekankan kita harus berdaulat terutama di bidang pangan. Alhamdulillah, orang kurang telur, kita telurnya lebih," kata Zulhas di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zulhas bilang, terkait dengan tarif yang dikenakan Trump kepada Indonesia, ia sudah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato, untuk sesegera mungkin melakukan diplomasi dengan AS.
"Soal tarif, saya sudah koordinasi juga sama Pak Menko Perekonomian, Pak Airlangga. Tentu kita harus melakukan segera, secepatnya untuk melakukan diplomasi. Kita 'kan banyak jalan sebetulnya. Banyak jalan, kan? Misalnya kita impor minyak kan besar, tuh. Kita juga impor terigu dan kedelai besar. Saya kira bisa dibicarakan, bisa dinegosiasikan. Oleh karena itu, perlu segera untuk melakukan diplomasi atau negosiasi perdagangan dengan AS. Saya dengar Pak Menko Airlangga akan berangkat mungkin 1-2 hari ini," ucapnya.
Baca juga: Begini Cara Uni Eropa Balas Tarif Trump |
Selain itu, Zulhas mengatakan bahwa Indonesia bisa swasembada pangan di komoditas beras dan jagung. Zulhas bilang, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga akhir April 2025, diperkirakan jumlah pasokan beras yang terdapat di Tanah Air ada sebanyak 13,9 juta. Sementara kebutuhan untuk konsumsi di dalam negeri membutuhkan rata-rata 2,6 juta ton per bulan.
"Berarti kalau empat bulan itu (kebutuhan beras dalam negeri) 10,4 juta (ton). Berarti kita ada kelebihan 3,5 juta (ton). Jadi, insyaallah sudah sesuai dengan yang kita rencanakan dan hasilnya juga nyata. Itu berkat kerja sama semua pihak. Kalau kita ini mengkoordinir sifatnya. Ada Kementan, Badan Pangan, ada Kementerian PU, kementerian lain yang terkait. Juga pemerintah daerah, ada gubernur, ada bupati," katanya saat ditemui di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Lebih lanjut zulhas bilang, jika nantinya soal irigasi di Indonesia semakin rapi dan membaik, pihaknya juga akan terus mendampingi. Terlebih, surplus beras sebanyak 3,5 juta ton ini masih belum termasuk dalam pengembangan lahan baru.
"Kalau irigasi tambah rapi, tentu kita akan mendampingi. Ini baru yang optimalisasi atau intensifikasi. Belum masuk yang pengembangan lahan baru. Kali ini sudah dua, beras dan jagung. Jagung juga sudah berlebih," katanya.
Zulhas bilang, jika kebutuhan pangan buat dalam negeri tercukupi, maka akan sejalan dengan kebutuhan gizi. Dengan kecukupan gizi, Zulhas bilang, Indonesia akan siap bersaing dengan negara lain.
"Pangan 'kan tidak hanya itu. Pangan ini kita harus meningkatkan gizi. Kita akan dapat bersaing dengan negara lain kalau gizinya cukup. Kalau gizinya kurang, ada stunting, IQ-nya di bawah 80, tentu kita tidak bisa bersaing dengan negara yang lain," tutupnya.
(eds/eds)