Presiden Prabowo Subianto mengatakan kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) sebagai negara adidaya membuat goncangan ekonomi dunia. Kebijakan yang dimaksud adalah tarif impor tinggi yang dipatok ke berbagai negara, bahkan Indonesia saja terkena hingga 32%.
Prabowo menilai kebijakan ini membuat ketidakpastian ekonomi terjadi di dunia. Pada akhirnya banyak negara jadi cemas.
"Apa yang terjadi sekarang goncangan dunia negara ekonomi terkuat membuat kebijakan memberi peningkatan tarif begitu tinggi kepada banyak negara. ini bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian dunia. Banyak negara cemas," sebut Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang nomor satu di Indonesia itu menyatakan pendiri bangsa hingga dirinya pun selalu bicara soal pembangunan ekonomi di dalam negeri yang independen. Pembangunan yang bisa berdiri di kaki sendiri tanpa bergantung dengan negara lain.
"Padahal pendiri bangsa kita dari sejak dulu termasuk saya bertahun-tahun saya ingatkan mari bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki sendiri," tegas Prabowo.
Prabowo sendiri memilih agar Indonesia bisa bernegosiasi dengan AS soal tarif impor yang ditetapkan. Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan sejumlah kebijakan tengah dikaji untuk menjadi bahan negosiasi dengan AS soal tarif impor.
Pertama, peningkatan volume impor produk dari AS. Peningkatan volume impor akan didorong dengan produk-produk yang sudah biasa diimpor seperti gandum, kapas, hingga minyak dan gas (migas).
Indonesia akan memperbesar volume impor dari produk yang masuk 10 teratas, seperti elektronik, furniture kayu, sepatu, tembaga, hingga emas dari sisi ekspor. Lalu dari impornya ada produk semikonduktor.
"Di samping itu Indonesia sendiri dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) akan membangun beberapa proyek termasuk refinery. Mungkin salah satu komponennya kita beli dari Amerika," papar Airlangga usai Rakortas antar Kementerian di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025) kemarin.
Kedua, pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal berupa keringanan bea masuk serta untuk berbagai pungutan perpajakan. Meski demikian, Airlangga merasa bahwa Indonesia telah mematok tarif yang rendah untuk AS.
"Kita melihat impor sebetulnya import tariff kita terhadap produk yang diimpor Amerika relatif rendah, 5% bahkan untuk wheat maupun soya bean itu sudah 0%. Hal lain tentu kita akan lihat terkait Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor," kata Airlangga.
Lalu yang ketiga, pemerintah Indonesia juga akan mempertimbangkan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi Tingkat Komponen Dalam negeri (TKDN) terhadap sektor ICT dari AS seperti General electric (GE), Apple, Oracle, dan Microsoft. Lalu evaluasi larangan terbatas (lartas), percepatan halal, dan lain sebagainya.
(hal/rrd)