Pemerintahan Indonesia telah mengirimkan surat kepada pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Duta Besar Indonesia untuk AS. Surat tersebut berisi tentang permintaan negosiasi atas kebijakan tarif resiprokal untuk RI sebesar 32% yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pekan lalu.
Hal ini dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Sarasehan Ekonomi. Airlangga mengatakan, Duta Besar RI juga telah mengadakan pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR).
"Pak Presiden (Prabowo), kami laporkan surat Indonesia sudah dikirim dan sudah diterima oleh Amerika melalui Duta Besar Indonesia dan hari ini juga Duta Besar Amerika meminta waktu untuk pembicaraan lanjutan. Jadi mereka sudah diterima surat yang diajukan baik itu ke USTR maupun ke Secretary of Commerce," kata Airlangga di Menara Mandiri, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga menjelaskan, pemerintah Indonesia telah memilih untuk menempuh jalur negosasi dan tidak akan mengajukan langkah balasan atau retaliasi. Hal ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, serta keputusan daripada mayoritas negara ASEAN.
"Indonesia memilih jalur negosiasi karena Amerika merupakan mitra strategis. Kemudian juga revitalisasi perjanjian perdagangan dan investasi di mana Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) ini terakhir tahun '96," ujarnya.
Airlangga juga melaporkan, pemerintah telah melaksanakan sosialisasi bersama dengan lebih dari 100 asosiasi pengusaha dalam rangka membahas kebijakan tarif Trump tersebut. Dalam kesempatan itu, ia memaparkan sejumlah kebijakan yang tengah dikaji pemerintah dalam paket negosiasi yang akan ditawarkan kepada AS.
Pertama, peningkatan volume impor produk dari AS. Peningkatan volume impor akan didorong dengan produk-produk yang sudah biasa diimpor seperti gandum, kapas, hingga minyak dan gas (migas).
Indonesia akan memperbesar volume impor dari produk yang masuk 10 teratas, seperti elektronik, furniture kayu, sepatu, tembaga, hingga emas dari sisi ekspor. Lalu dari impornya ada produk semikonduktor.
"Apa yang diingin Amerika adalah balancing neraca perdagangan. Jadi Vietnam yang minta untuk nol-kan (tarif) tidak direspons karena mereka tidak melakukan komitmen untuk mem-balance neraca, tetapi Presiden Prabowo memberi arahan, kita akan meningkatkan produk dari Amerika terutama juga produk yang kita tidak punya seperti soyabin dan wheath," terang Airlangga.
Kedua, pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal berupa keringanan bea masuk serta untuk berbagai pungutan perpajakan. Meski demikian, Airlangga merasa bahwa Indonesia telah mematok tarif yang rendah untuk AS.
Lalu yang ketiga, pemerintah Indonesia juga akan mempertimbangkan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi Tingkat Komponen Dalam negeri (TKDN) terhadap sektor ICT dari AS seperti General electric (GE), Apple, Oracle, dan Microsoft. Lalu evaluasi larangan terbatas (lartas), percepatan halal, dan lain sebagainya.
"Deregulasi Non-Tariff Measures ini antara lain yang diminta oleh Amerika ICT untuk TKDN, terutama dari investasi Amerika yang ada di pulau Batam dan sebetulnya Amerika juga memberikan keleluasaan untuk Free Trade Zone. Jadi ini juga menjadi bahan untuk kita bernegosiasi karena mereka akan invest di Data Center baik Oracle, Microsoft," kata dia.
(shc/rrd)