Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali menyayangkan terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah satu liter. Apindo menilai kebijakan tersebut bisa berdampak luas terhadap pelaku usaha, terutama industri kecil dan pelaku UMKM.
Ketua Apindo Bali I Nengah Nurlaba mengatakan tujuan surat edaran tersebut sebenarnya baik karena berkaitan dengan pengelolaan sampah plastik. Namun, ia menilai pelarangan produksi air kemasan ukuran kecil terlalu jauh dan berpotensi mengganggu sektor usaha makanan dan minuman.
"Kalau kita lihat tujuan dan maksudnya pelarangan itu memang baik, itu kan SE mengenai sampah. Tetapi yang disayangkan, kenapa harus melarang produksi air mineral di bawah satu liter. Ini sudah sangat mengintervensi atau masuk ke ranah makanan dan minuman," ujarnya Nurlaba dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kebijakan itu dapat menghambat kelangsungan industri AMDK di Bali, baik yang berskala besar maupun kecil. Ia berharap dalam pertemuan antara Pemprov Bali dan pengusaha AMDK yang dijadwalkan 11 April mendatang, dapat ditemukan solusi yang tidak merugikan pelaku usaha.
"Saya pun berharap dalam audiensi nanti ada solusi yang baik. Bahkan saya berharap Pemprov Bali mau mengkaji ulang kebijakan itu," katanya.
Nurlaba juga mengingatkan pentingnya kebijakan yang mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat kecil, termasuk pedagang dan pelaku UMKM yang menggantungkan penghasilannya dari penjualan produk AMDK.
"Bijaklah untuk mempertimbangkan lagi kebijakannya supaya tidak ada pihak-pihak seperti pengusaha UMKM dan pedagang-pedagang yang nantinya terimbas," ujarnya.
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) juga menyatakan keberatan atas isi SE tersebut. Ketua Umum DPP Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan pihaknya masih mempelajari secara mendalam, namun menilai pelarangan produksi dan distribusi air kemasan plastik di bawah satu liter bisa berdampak negatif terhadap industri.
"Bila melihat teks SE tersebut, ada kata pelarangan produksi dan distribusi. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif bagi industri dan perdagangan," ujarnya.
Meski demikian, Rachmat menegaskan pihaknya tetap peduli terhadap isu lingkungan. Ia menyebut saat ini AMDK merupakan salah satu produk dengan tingkat daur ulang plastik tertinggi di Indonesia, dan produsen terus berinovasi agar lebih ramah lingkungan.
"Contohnya bobot plastik yang digunakan pada AMDK saat ini sudah jauh lebih kecil dibandingkan beberapa tahun yang lalu," tambahnya.
Aspadin pun berencana berdiskusi dengan Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Provinsi Bali untuk mencari jalan keluar atas kebijakan tersebut. Rachmat berharap solusi yang diambil tidak mematikan industri, namun tetap mendukung upaya pelestarian lingkungan.
"Persoalan di daur ulang ini kami akan kurangi pelan-pelan dari semua lini. Ke depan bisa dijadikan tradisi di Bali menggunakan tumbler," pungkasnya.
(rrd/rir)