Ekonom dari dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai idealnya Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih didasarkan pada potensi ekonomi yang bisa digerakkan di daerah. Hal ini lantaran tiap desa punya kapasitas yang berbeda-beda.
"Ada desa-desa yang memang berbasis komoditi pertanian, atau ada desa-desa yang memang fokus pada perdagangan misalnya sembako dan sebagainya. Tetapi ada juga desa yang masuk ke usaha simpan pinjam. Ini beragam bisnisnya, karena kalau semua hal dilakukan, itu butuh kecakapan yang luar biasa," kata Tauhid kepada detikcom, Sabtu (19/4/2025).
Tauhid menjelaskan, seperti halnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan koperasi desa yang ada saat ini, masih tidak mudah bagi mereka dapat bergerak di semua lini meskipun disediakan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya, dalam setahun itu seingat saya Rp 100 juta-Rp 200 juta. Yang benar-benar BUMDes-nya berhasil itu masih relatif sedikit, dibandingkan total seluruh hal itu memang kerjanya adalah mengoptimalkan potensi desa untuk aktivitas ekonomi. Di koperasi itu belajar dari BUMDes, walaupun ini adalah untuk anggota yang terlibat," terangnya.
Menurut Tauhid, hal itu menjadi dasar atas pilihan-pilihan bisnis yang bisa dilakukan oleh Kopdes Merah Putih. Bisa jadi berbagai sektor mulai dari pertanian, perdagangan, simpan-pinjam.
"Tetapi juga yang sifatnya mungkin jasa, ada beberapa contoh jasa wisata desa, kemudian penyewaan alat, dan sebagainya. Itu mungkin yang akan tergantung nanti penggeraknya dari koperasi desa. Karena ini tidak mudah untuk yang self-sufficient menjadi jiwa bisnis," ujarnya melanjutkan.
"Ini (Kopdes Merah Putih) butuh orang-orang, butuh pengurus yang memang punya jiwa wirausaha level tinggi," tandasnya.
(fdl/fdl)