Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DK Jakarta menyampaikan kondisi industri hotel dan restoran di Jakarta yang menunjukkan tren menurun. Berdasarkan hasil survei Badan Pimpinan Daerah PHRI DK Jakarta April 2025 96,7% hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian.
Penurunan utamanya terjadi pada segmen pemerintahan. Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan biasanya, okupansi dari segmen pemerintah mencapai 20%-45%.
"Jadi kalau itu turun katakan 50% itu berarti turunnya ya sekitar 20%-an. Jadi signifikan kontribusi dari seseorang pemerintah dalam pendapatan hotel," kata dia dalam konferensi pers secara virtual, Senin (26/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anjloknya okupansi ini menyebabkan pendapatan anjlok dan hotel mengalami kebangkrutan. Kondisi tersebut ditandai dengan banyak hotel-hotel di Jakarta yang dijual.
"Ya gini, kalau yang menutup, yang melapor sih belum ada ya. Tetapi kalau kita lihat angka-angka di OLX atau di aplikasi lain, itu yang jualan hotel itu sudah sangat banyak sekali. Kalau hotel itu dijual kan artinya mereka kesulitan untuk mengelola. Itu bisa dicek sekitar hari ini di OLX itu berapa angkanya," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Sutrisno mengatakan pengusaha hotel diprediksi akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 10% hingga 30%. Pekerja akan menjadi korban pertama atas kondisi ketidakstabilan industri perhotelan.
"Efisiensi di segala lini itu dilakukan oleh pengusaha hotel. Kalau kita bicara efisiensi, maka komponen biaya terbesar itu adalah tenaga kerja. Oleh karena itu, syukur-syukur jangan berujung PHK, jika itu yang kemudian akan dilakukan bisa mencapai angkanya sekitar 10% sampai 30% dari karyawan yang ada," tuturnya.
Untuk bertahan, Dewan Pakar PHRI Jakarta Singgih juga mengakui bahwa hotel berbintang saat ini telah menurunkan harga sewanya. Hal itu terpaksa dilakukan untuk mengejar okupansi yang telah menyusut.
"Boleh dilihat di tempat restoran dan hotel-hotel mana yang rame akan kelihatan bahwa tingkat spendingnya mereka berkurang. Nah harga pasti akan diturunkan oleh hotel bintang 5 dan bintang 4 untuk mengejar volume," jelasnya.
Penurunan harga ini juga tidak mudah, hotel-hotel berbintang juga akan menjadi pesaing ketat hotel yang lebih kecil. Namun, dengan menurunkan harga tidak serta merta akan menambah keuntungan.
"Tapi mengejar volume ini mereka akan balapan untuk mendapatkan si konsumen dengan hotel-hotel yang ada di bawahnya. Jadi sebenarnya spendingnya sendiri tidak ada," ucapnya.
Selain efisien yang dilakukan pemerintah, buruknya kondisi perhotelan juga disebabkan beban biaya pengeluaran juga memperparah kondisi hotel. Sat ini tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengalami kenaikan hingga 71%, sementara harga gas melonjak 20%. Beban ini diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9% tahun ini.
PHRI Jakarta pun meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis. Beberapa usulan yang disarankan meliputi, pertama pelonggaran kebijakan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat.
Kedua, peningkatan promosi pariwisata yang lebih terarah dan berkesinambungan. Ketiga penertiban akomodasi ilegal yang merusak pasar dan tidak memiliki izin resmi.
Keempat, peninjauan kembali terhadap kebijakan tarif air, harga gas industri, dan UMP sektoral dan kelima penyederhanaan proses perizinan dan sertifikasi, termasuk mengintegrasikan sistem antarinstansi agar lebih efisien dan transparan.
Simak juga Video 'Kala Anggota DPR Cecar Kementerian ATR/BPN Soal Kisruh Hotel Sultan':
(ada/rrd)