Indonesia Tanpa Premanisme: Melindungi Rakyat, Menggerakkan Ekonomi

Kolom

Indonesia Tanpa Premanisme: Melindungi Rakyat, Menggerakkan Ekonomi

Hamdan Hamedan - detikFinance
Senin, 02 Jun 2025 11:38 WIB
Belasan preman yang meresahkan masyarakat berhasil diringkus Polres Mojokerto.
Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)

Meresahkan Masyarakat, Melemahkan Ekonomi

Premanisme tidak hanya merugikan warga, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi nasional. Pelaku usaha, khususnya UMKM dan sektor riil, mengeluhkan adanya pungutan tak resmi yang harus dibayar demi 'ketenangan' semu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Investor asing pun menyampaikan kekhawatiran. Menurut Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, potensi kerugian akibat batalnya investasi karena premanisme telah mencapai ratusan triliun rupiah. Padahal, investasi sebesar itu dapat membuka jutaan lapangan kerja bagi masyarakat.

Kondisi ini jelas bertentangan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan investasi sebagai lokomotif pembangunan nasional. Negara yang ingin menjadi pusat manufaktur dan hilirisasi tidak bisa membiarkan premanisme, sekecil apa pun bentuknya, mengganggu iklim usaha.

ADVERTISEMENT

Tiga Pendekatan

Pemerintah mengedepankan tiga pendekatan terpadu: hukum, sosial, dan ekonomi. Pertama, pendekatan hukum. Pemerintah telah membentuk Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas, yang dipimpin oleh Menko Polhukam dan melibatkan kementerian lintas sektor, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum.

Sejak Mei 2025, lebih dari 10 ribu terduga pelaku premanisme telah diamankan oleh aparat penegak hukum. Ormas yang terbukti melakukan pelanggaran didata dan direkomendasikan untuk dikenai sanksi administratif hingga pembubaran oleh Kemendagri.

Kedua, pendekatan sosial. Pemerintah membuka ruang pembinaan terhadap ormas-bukan untuk membatasi kebebasan berserikat, melainkan untuk memastikan kebebasan itu dijalankan secara bertanggung jawab. Dari ribuan pelaku premanisme yang diamankan, ditemukan bahwa salah satu motif dominan adalah kebutuhan akan pengakuan dan eksistensi sosial. Ini menunjukkan bahwa di balik kekerasan sering tersembunyi keresahan identitas-dan bahwa intervensi sosial melalui pendidikan, pelatihan, serta kegiatan kemasyarakatan dapat mencegah keresahan itu berubah menjadi kejahatan.

Ketiga, pendekatan ekonomi. Pemerintah menyadari bahwa sebagian motif premanisme berakar dari persoalan ekonomi struktural. Karena itu, negara menghadirkan solusi jangka panjang. Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan 30 proyek strategis nasional yang diproyeksi menyerap jutaan tenaga kerja. Pemerintah juga terus menciptakan iklim investasi yang aman dan kondusif, agar pelaku usaha dapat berkembang dan masyarakat tidak terjerumus ke dalam ekonomi bayangan.

Di sisi lain, anggaran perlindungan sosial ditingkatkan menjadi Rp504,7 triliun-bukan hanya sebagai bantalan ekonomi, tetapi sebagai upaya nyata untuk mencegah kelompok rentan terjerumus menjadi pelaku premanisme.

Lanjut ke halaman berikutnya


Hide Ads