Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan meminta tambahan anggaran sebesar Rp 386,19 miliar untuk tahun 2026. Dengan usulan tersebut, maka anggaran DJKN diusulkan naik menjadi Rp 913,84 miliar.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban mengatakan, pihaknya mendapatkan pagu anggaran Rp 527,64 miliar. Angka tersebut sudah termasuk Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebesar Rp 163,47 miliar.
Anggaran tersebut terdiri atas alokasi untuk program pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko (PKNR) Rp 134,34 miliar. Selanjutnya, anggaran DJKN juga dialokasikan sebesar Rp 393,30 untuk program dukungan manajemen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk tahun 2026, kami ditargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 5,4 triliun, baik yang berasal dari BA 015, dari kegiatan kami, maupun BA 999. Dari BA 015 sebesar Rp 3,87 triliun, sedangkan dari BA 999 Rp 1,59 triliun," kata Rionald, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Anggaran Eselon I Kementerian Keuangan di Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).
BA 015 sendiri merujuk pada PNBP dari kegiatan DJKN seperti buat piutang negara hingga PNBP BLU LMAN. Sedangkan untuk BA 999 merupakan PNBP yang bersumber dari luar seperti dividen special mission vehicle (SMV), eks Pertamina, hingga aset properti dan gratifikasi.
Mengacu pada tugas tersebut, serta adanya program mandatori dan prioritas yang belum mendapat dukungan anggaran, Rionald mengatakan, pihaknya meminta tambahan anggaran. Dengan tambahan tersebut diusulkan pagu DJKN untuk 2026 menjadi Rp 913,84 miliar.
"Kami sampaikan bahwa kami ada permintaan, mohon dukungan untuk dapat mendapat tambahan sebesar Rp 386 miliar," ujar Rionald.
Tambahan anggaran tersebut akan dialokasikan antara lain sebesar Rp 91,3 miliar untuk program pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko (PKNR). Kemudian, Rp 294,89 miliar untuk program dukungan manajemen.
Secara lebih rinci, tambahan anggaran itu akan dipergunakan untuk tiga kebutuhan utama, antara lain pertama, penguatan pencapaian target penerimaan seperti penanganan, penyelesaian dan pemulihan hak tagih negara, kegiatan prioritas nasional, hingga pengelolaan KND.
Kedua, untuk kebutuhan belanja TIK yang belum terdanai. Kebutuhan tersebut seperti Sistem Informasi Penilaian Nasional (SIPN) hingga Re-engineering Sistem Informasi Peta Kekayaan Negara. Lalu yang ketiga, untuk layanan mandatory dan prioritas seperti pemenuhan belanja modal strategis, hingga peningkatan SDM.
"Setelah kami melihat lagi anggaran yang dialokasikan kepada kami, kami masih memerlukan tambahan biaya untuk rencana mutasi pegawai, karena mutasi memerlukan biaya mengingat kami memiliki banyak kantor di daerah," ujar Rionald.
"Juga kami masih memerlukan tambahan untuk belanja barang operasional. Selain itu, ada kebutuhan belanja TIK yang masih sangat minim sehingga memerlukan tambahan.
Simak juga Video: Kemenkeu Minta Tambahan Anggaran Jadi Rp 52 T