Jerit Pedagang Pasar Barito: Utang Belum Lunas, Dagangan Sepi

Jerit Pedagang Pasar Barito: Utang Belum Lunas, Dagangan Sepi

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Sabtu, 19 Jul 2025 09:27 WIB
Warga berkeliling melihat burung yang dijual di Pasar Barito, Jaksel, Senin (7/7/2025). Pedagang burung di Barito akan direlokasi ke Lenteng Agung imbas penyatuan Taman ASEAN.
Pasar hewan Barito.Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Jakarta -

Di balik riuh kicauan burung di Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terdengar cerita pahit dari para pedagang yang akan direlokasi. Mulai dari masih terlilit utang hingga minim pemasukan karena dagangan sepi.

Setelah ekonomi para pedagang terguncang pandemi dan penutupan pasar karena revitalisasi, banyak dari mereka belum mampu bangkit. Bahkan ada yang kesulitan hanya untuk mengisi barang dagangan.

Cahyono, salah seorang pedagang, mengaku kondisi saat ini sangat berat. Penjualan sepi, modal tak kunjung kembali, sementara kewajiban terus menumpuk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kondisi ekonomi saja nggak usah direlokasi saja kita sudah ambruk. Bisa lihat barang-barang pada kosong. Sudah nggak kuat, sudah sepi, persaingannya sudah ketat sekali," kata Cahyono saat ditemui detikcom di lokasi, Jumat (18/7/2025).

Utang Menumpuk Sejak Revitalisasi

Masalah tidak berhenti di sepinya pelanggan. Cahyono menjelaskan bahwa revitalisasi pasar pada 2022 lalu membuat para pedagang terpaksa tidak berjualan selama berbulan-bulan. Untuk bertahan, sebagian besar dari mereka harus berutang ke bank atau mengandalkan pinjaman modal usaha.

ADVERTISEMENT

"Dulu 8 bulan kita itu kan direnovasi. Kita 8 bulan nggak jualan. Sudah masuk baru berjalan mau 2 tahun, baru masih cari pelanggan, sudah harus relokasi. Kan modalnya saja kita semua pada pinjem bank. Ada BRI, ada KUR, ada macem-macem. Terus mulanginnya gimana?" keluh Cahyono.

Beban ini menjadi lingkaran tak berujung. Tanpa omzet yang memadai, mereka sulit menyicil pinjaman. Tanpa modal, mereka tak bisa beli stok. Beberapa bahkan harus menunda pembayaran ke pemasok dan karyawan.

"Urusan dengan bank bermasalah, urusan dengan supplier bermasalah, urusan dengan tagihan bermasalah, urusan dengan karyawan bermasalah. Pasti besar efeknya, luar biasa," sambung Cahyono.

Kini pasar hewan tersebut rencananya ingin direlokasi, yang membuat para pedagang semakin pening akan nasib mereka di masa depan. Terlebih bagaimana mereka harus mencari pelanggan baru di tempat baru.

"Saya sebagai pedagang pindah ke tempat yang baru, itu belum tentu bisa jalan. Bagaimana? Ke tempat baru cari pelanggan baru. Kemarin saja kita ditutup 8 bulan sudah kayak apaan, sudah hilang pelanggan. Sekarang mau direlokasi, berat," ucapnya.

"Sama aja kita, ya sudah mati. Mati, walaupun disediakan tempat saja mati. Apalagi nggak disediakan tempat. Artinya sudah digusur begitu ya, habis," tandas Cahyono.

Bukan Sekadar Relokasi, Tapi Masalah Finansial Struktural

Mukhlisin, pedagang lainnya, mengakui sebagian besar rekan sesama pedagang masih dibebani utang hingga saat ini. Walau ia sendiri tidak punya cicilan ke bank, kondisi keuangan tetap membuatnya resah.

"Kalau hutang ke bank iya. Kalau pinjol kayaknya sih nggak ada. Nggak ada pernah dengar gitu, nggak ada sih. Alhamdulillah sih. Kalau pinjol memang prosesnya gampang cuma balikinnya yang susah," kata Mukhlisin.

"Tapi kayaknya juga banyak yang pada belum lunas KUR, dengar-dengar gitu. Katanya utang saja belum lunas kok disuruh pindah," tambahnya.

Tanpa Tabungan, Bertahan pun Sulit

Meski tidak terlilit utang, Mukhlisin juga mengaku tidak memiliki simpanan. Tabungan sudah habis untuk modal bertahan pasca-revitalisasi. Padahal kebutuhan hidup terus berjalan.

"Saya terus terang KUR nggak punya tapi duit juga punya. Makanya saya juga 'dag dig dug'," ucapnya dengan nada khawatir.

(fdl/fdl)

Hide Ads