Bukan IT! Ini Jurusan yang Paling Disarankan Manusia Rp 2.300 Triliun

Bukan IT! Ini Jurusan yang Paling Disarankan Manusia Rp 2.300 Triliun

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Selasa, 22 Jul 2025 12:26 WIB
CEO Nvidia Jensen Huang
CEO Nvidia Jensen Huang/Foto: Adi Fida Rahman/detikinet
Jakarta -

CEO Nvidia Jensen Huang dikenal sebagai manusia ribuan triliun usai perusahaannya menembus valuasi US$ 4 triliun atau lebih dari Rp 65.000 triliun. Tapi siapa sangka, jika ia masih muda dan baru lulus kuliah hari ini, ia justru tidak akan memilih jurusan teknologi informasi atau software, melainkan ilmu fisika.

Hal ini diungkapkannya saat mendapat pertanyaan dari seorang jurnalis. Ia ditanya jika saat ini berusia 22 tahun dan baru lulus, maka ia tidak akan fokus pada teknologi informasi atau Information Technology (IT).

"Untuk Jensen yang muda, 20 tahunan, yang baru lulus sekarang, mungkin dia akan memilih... lebih ke ilmu fisika daripada ilmu perangkat lunak," jawabnya yang dikutip dari CNBC, ditulis Selasa (22/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, ilmu fisika (physical science) mencakup bidang seperti fisika, kimia, astronomi, dan ilmu kebumian, berbeda dengan ilmu hayati. Huang sendiri merupakan lulusan teknik elektro dari Oregon State University dan meraih gelar master dari Stanford University.

Ia ikut mendirikan Nvidia pada 1993, bersama Chris Malachowsky dan Curtis Priem. Dari sebuah pertemuan sederhana di restoran Denny's, kini Nvidia menjadi perusahaan paling bernilai di dunia, memimpin revolusi AI.

ADVERTISEMENT

Pria berharta US$ 148,1 miliar atau sekitar Rp 2.399 triliun itu menjelaskan bahwa dalam 15 tahun terakhir, dunia telah melewati beberapa fase AI.

"Modern AI benar-benar mulai dikenal sekitar 12 hingga 14 tahun lalu, saat AlexNet muncul dan visi komputer mengalami terobosan besar," katanya dalam The Hill & Valley Forum di Washington, April lalu.

AlexNet adalah model yang mengenalkan deep learning dalam pengenalan gambar dan menjadi pemicu ledakan AI modern. Fase itu disebut Huang sebagai Perception AI. Lalu masuk ke fase Generative AI, yang membuat AI bisa memahami informasi dan menerjemahkannya menjadi teks, gambar, kode, dan lainnya.

Sedangkan, kata Huang, kini kita berada di era Reasoning AI.

"Kita sekarang memasuki era yang disebut Reasoning AI, di mana AI kini bisa memahami, menghasilkan, dan memecahkan masalah serta mengenali kondisi yang belum pernah kita lihat sebelumnya," jelasnya.

Jenis AI ini melahirkan agentic AI, atau robot digital yang mampu bernalar dan bekerja layaknya tenaga kerja manusia digital. Namun menurut Huang, fase berikutnya jauh lebih kompleks dan menarik, yakni Physical AI.

"Gelombang berikutnya menuntut kita memahami hal-hal seperti hukum fisika, gesekan, inersia, sebab dan akibat," katanya.

AI generasi ini membutuhkan kemampuan untuk melakukan penalaran fisik, seperti memahami bahwa benda tetap ada meski tak terlihat, atau memperkirakan seberapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk mengangkat benda tanpa merusaknya.

"Dan ketika Anda memasukkan AI fisik itu ke dalam benda nyata yang disebut robot, jadilah robotika," tambah Huang.

"Jadi mudah-mudahan, dalam 10 tahun ke depan, saat kita membangun generasi baru pabrik-pabrik ini, semuanya sangat mengandalkan robot dan bisa membantu kita menghadapi kekurangan tenaga kerja yang parah di seluruh dunia," ujar Huang.

Tonton juga video "NVIDIA Tetap Optimistis Berbisnis di China di Tengah Tarif Trump" di sini:

(fdl/fdl)

Hide Ads