Warga dunia tengah dicekam oleh sejumlah ketidakpastian. Pemicu kecemasan global utamanya akibat dari konflik multidimensi mulai dari militer, sosial, budaya yang terjadi di berbagai kawasan.
Tak hanya itu, kemelut juga terjadi di sektor ekonomi, mencakup hubungan dagang antar negara, lalu lintas keuangan, jasa transportasi, hingga supply chain. Yayasan Institut Peradaban menilai peradaban manusia memasuki masa turbulensi global.
Ketua Yayasan Institut Peradaban, Dipo Alam mengatakan, satu bulan yang lalu titik konflik masih berada cukup jauh dari Indonesia. Tapi dalam seminggu terakhir bara konflik itu sudah sampai di perbatasan Kamboja dan Thailand.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eks Sekretaris Kabinet era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono menilai hal ini adalah peristiwa besar bagi Asia Tenggara, khususnya bagi organisasi ASEAN. Untuk pertama kalinya sejak 1967, sengketa sesama anggota ASEAN gagal diselesaikan lewat jalur konsensus dan pecah menjadi konflik bersenjata.
"Tetapi, sejak seminggu yang lalu, kita menyaksikan bara konflik itu sudah sampai di perbatasan Kamboja dan Thailand. Ini adalah peristiwa besar bagi Asia Tenggara, khususnya bagi organisasi ASEAN," kata Dipo Alam dalam konferensi pers di Kantor Institusi Peradaban, Senin (28/7/2025).
"Banyak negara saat ini berada di ambang kondisi negara gagal (failed states) akibat berbagai krisis yang berlangsung. Salah satu eksesnya adalah terus meningkatnya jumlah pengungsi (refugee) dari tahun ke tahun," tambah dia.
Menurut UNHCR, pada 2024 lebih dari 120 juta orang telah mengungsi secara paksa di seluruh dunia akibat dari konflik, kekerasan, penganiayaan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Jumlah pengungsi ini merupakan angka tertinggi yang pernah tercatat.
Lalu berdasarkan laporan EIU (2025), dalam satu dasawarsa terakhir indeks demokrasi global terus merosot. Sekitar 40% warga dunia saat ini hidup berada dalam pemerintahan otoriter, beberapa negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat merosot dalam kualitas demokrasinya.
Menurutnya dalam menghadapi situasi yang terus meruncing, berbagai organisasi regional dan multilateral telah kehilangan wibawa dan pengaruhnya. Oleh karena itu perlu gerakan diplomasi yang melibatkan warga dunia, bukan hanya diplomasi politik antar-negara. Koalisi global juga diperlukan untuk meredakan ketegangan dunia.
Ia menambahkan, berbagai dinamika tersebut dalam kacamata Institut Peradaban, bukan lagi sekadar peristiwa politik sektoral, melainkan ancaman eksistensial bagi peradaban.
Jika konflik berskala besar benar-benar meletus, apalagi sebagian ketegangan yang telah terjadi saat ini melibatkan negara-negara yang memiliki persenjataan nuklir, maka tidak ada satu pun bangsa yang akan keluar sebagai pemenang.
"Celakanya, menghadapi situasi ini, kita melihat berbagai organisasi multilateral kehilangan daya dan kepercayaan. Institut Peradaban melihat bahwa jalan keluar dari krisis ini bukan hanya lewat negara-negara besar. Dunia saat ini memerlukan kepemimpinan moral yang mengedepankan kebijaksanaan, bukan kekuatan, mengedepankan empati, dan bukannya dominasi" bebernya.
Pada kesempatan itu, Dipo juga menjelaskan rencana penyelenggaraan forum dialog PIDATO PERADABAN pada tanggal 30 Juli 2025 di Ballroom Menara Bank Mega, Jakarta. Dalam acara itu, Presiden ke-6, Prof Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan hadir.
"Karena selama menjabat, beliau telah berpengalaman menyelesaikan sejumlah konflik, baik di dalam negeri maupun di kawasan," tuturnya.
Beberapa kalangan dari pihak birokrat, pengusaha, akademisi dan kedutaan siap hadir dalam acara ini. Melalui forum ini, kata Dipo, Institut Peradaban ingin menyeru kepada masyarakat dunia untuk berhenti meruncingkan situasi. Menurutnya yang terpenting adalah menggaungkan narasi bersama, berdialog, serta berkolaborasi dan menanamkan harapan.
"Dari sejarah peradaban dunia kita telah belajar bahwa dialog merupakan fondasi utama bagi kemajuan dan perdamaian. Dialog adalah benteng pertahanan dari kekacauan. Maka, narasi dialog harus dilantangkan kini nyaring. Kita membutuhkan lebih banyak pelatihan dialog, dan lebih sedikit pemantik konflik. Itulah maksud Institut Peradaban menggelar acara ini," jelasnya.
Tonton juga video "Thailand Tolak Mediasi soal Konflik dengan Kamboja" di sini:
(ily/kil)