Sebanyak 212 merek beras yang beredar disebut telah melanggar mutu, kualitas, hingga dioplos. Penindakan terhadap pelanggaran itu kini tengah ditindalanjuti oleh Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan penindakan yang tegas perlu dilakukan karena pelanggaran yang dilakukan oleh produsen dari 212 merek beras telah merugikan masyarakat, bahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Amran menjelaskan, semua beras yang dihasilkan petani hingga ke penggilingan terdapat subsidi pemerintah. Artinya negara telah menyalurkan dana dalam proses produksi beras. Ia merincikan, subsidi yang dimaksud adalah mulai dari pengadaan pupuk subsidi, traktor, benih, hingga irigasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan subsidi pupuk, subsidi traktor, subsidi benih, irigasi. Total ini semua, uang negara APBN, Rp 150 triliun. Kalau 50% berarti, sederhana hitungnya, 50% berarti Rp 75 triliun uang yang diperdagangkan oleh konglomerat itu. Benar nggak? Uang negara APBN," kata Amran dalam wawancara khusus dengan detikcom, dikutip Selasa (29/7/2025).
Selain merugikan negara, para produsen beras itu juga disebut telah mengambil banyak keuntungan dari masyarakat. Pasalnya, masyarakat tidak mendapatkan beras yang dibeli sesuai dengan kualitas harganya.
"Kemudian satu sisi, mark up Rp 5.000/kg merugikan (masyarakat) Rp 100 triliun. Berarti Rp 175 triliun. Nggak usah dibuat berbelit-belit, berbelit-belit kemana-mana. Jadi ini uangnya negara disubsidi, supaya masyarakat Indonesia membeli beras dengan harga yang baik," ungkapnya.
Selain itu, ada temuan para produsen sengaja menaikkan harga beras premium. Namun mirisnya, Amran menemukan isi kualitas dari beras tersebut tidak sesuai, bahkan di bawah standar medium.
"Di sini dia jual beras biasa menjadi beras premium, padahal di sini ada APBN, di sini saja sudah melanggar. (Kemudian) Itu dijual di atas HET pula. Bisa bayangkan, berapa kali pelanggaran dia lakukan," tambahnya.
Untuk itulah, Amran telah melaporkan semua temuannya kepada Satgas Pangan Polri untuk ditindaklanjut. Saat ini pemerintah memang tidak meminta ada penarikan produk beras yang telah diketahui melanggar aturan atau dioplos. Namun Amran menegaskan, penegak hukum masih terus melakukan penyelidikan. Artinya proses hukum masih terus berlanjut.
Sementara terkait beras oplos yang telah beredar, Amran meyakini produk yang beredar tetap bisa dikonsumsi masyarakat. Karena istilah "oplos" pada beras ini bukan dicampur dengan bahan yang berbahaya bagi tubuh, melainkan dicampur dengan beras yang kualitasnya tidak sesuai pada kemasan.
Sebagai tindakan tegas, pemerintah memaksa produsen untuk menurunkan harga beras yang telah beredar.
"Beras biasa, bukan medium, medium pun tidak dapat. Jadi dari 86% itu beras biasa, tidak masuk kualitas medium maupun premium. Bayangkan kalau harganya harus Rp 12.000/kg, tiba-tiba dijua Rp 17.000/kg, selisih Rp 5.000/kg. Kalau 1 juta (ton) artinya Rp 5 triliun. Ini, ini luar biasa kerugian masyarakat," pungkasnya.
Tonton juga video "Sidak Pasar Cipinang, Satgas Ambil Sampel 3 Merek Beras Premium" di sini:
(ada/eds)