Rifaldo (26) harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk sampai ke kantor. Sebagai pekerja di Jakarta, Rifaldo punya dua beban yang harus ditanggung setiap hari. Beban pekerjaan dan beban ongkos pulang pergi.
Pria yang berdomisili di Bekasi ini merasa setiap hari tak cuma lelah secara fisik, namun juga finansial karena masalah ongkos. Sebab, untuk pulang pergi dari rumah menuju kantornya yang berada di kawasan Blok M, paling sedikit ia harus menghabiskan Rp 38.000 per hari.
Ia yang sehari-hari masuk kerja jam 11.00 WIB setiap Senin sampai Sabtu, memulai perjalanan dari rumah menggunakan bus feeder yang kebetulan gratis. Membuat ia tidak harus mengeluarkan isi dompet untuk perjalanan pertamanya menuju kantor di pagi hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu Rifaldo akan berganti moda transportasi dari bus ke LRT Jabodetabek. Ia menyebutkan biaya yang dikeluarkan untuk satu kali perjalanan sampai Stasiun Dukuh Atas sekitar Rp 10.000. Kemudian dirinya melanjutkan perjalanan dengan MRT Jakarta hingga ke Blok M dan berjalan kaki hingga ke kantornya.
"Kalau di LRT kan dari rumah saya di Bekasi ke sini (Stasiun LRT Dukuh Atas) tuh kalau lagi jam kerja itu Rp 20.000. Kalau nggak di jam kerja itu biasanya Rp 10.000 doang," kata Rifaldo saat ditemui detikcom di sekitar Stasiun Sudirman, Senin (4/8/2025).
"Saya masuknya tuh jam 11. Jadi saya pagi tuh masuk LRT di atas jam 9. Di atas jam 9 itu sudah di luar jam kerja menurut mereka. Jadi lumayan karena kenanya yang di luar jam kerja," terangnya lagi.
Meski begitu, jika dihitung-hitung dalam sebulan ongkos yang dihabiskannya untuk PP kantor bisa mencapai Rp 912.000. Belum lagi jika ia harus pulang malam, di mana layanan bus dari Stasiun LRT menuju kawasan rumahnya sudah tidak tersedia, membuat dirinya harus naik ojek online (ojol) dengan tarif sampai Rp 28.000 per perjalanan.
"Kalau saya pulangnya tuh lebih dari jam 8 malam baru naik kereta, saya nggak bisa pulang naik bus. Jadi saya mesti naik ojol. Itu dari stasiun ke rumah saya kurang lebih Rp 28.000," ucapnya.
Tidak mengherankan jika Rifaldo merasa gajinya sebagian besar habis untuk ongkos PP dari rumah ke kantornya yang berada di Blok M tersebut. Terlebih mengingat saat ini besaran gajinya belum seberapa, bahkan menurutnya masih di bawah UMP Jakarta karena statusnya di perusahaan masih peserta pelatihan kerja.
"Kalau saya sih lumayan berat juga sih. Apalagi karena saya gajinya juga masih dibilang di bawah UMR lah untuk gaji di Jakarta. Karena saya kan istilahnya masih pelatihan. Belum full tetap, namanya bukan magang tapi bukan full time juga," terangnya.
Berbeda lagi dengan Raju (27), seorang pekerja di perusahaan asuransi yang tinggal di Cikarang. Sehari-hari dirinya memulai perjalanan menuju kantor yang berlokasi di Jakarta Selatan menggunakan motor ke stasiun KRL terdekat.
Dari sana dirinya melanjutkan perjalanan hingga ke Stasiun Sudirman yang memakan biaya Rp 6.000 untuk sekali perjalanan, jadi Rp 12.000 kalau pulang pergi. Kemudian dari stasiun ia kerap memilih untuk berjalan kaki sampai ke kantor, sehingga dirinya tidak perlu mengeluarkan biaya lebih.
Meski dirinya tidak banyak berganti moda transportasi yang membuat ongkos perjalanan jadi lebih terjangkau, namun di luar itu Raju tetap harus membayar biaya tambahan seperti bensin dan parkir motor di stasiun.
"Kalau sehari-hari untuk transportasi sekitar Rp 50.000an, pulang pergi. Kalau dari rumah naik motor sendiri ke stasiun, habis itu dari sini (Stasiun Sudirman) jalan kaki," papar Raju.
Pada akhirnya Raju harus menghabiskan ongkos kurang lebih Rp 50.000 per hari. Jika ia harus datang ke kantor lima hari dalam seminggu, maka dalam sebulan kurang lebih Raju harus menghabiskan ongkos transportasi hingga Rp 1.000.000.
"Seperti itu sih, jadi kadang mesti irit di makan siang. Ya makannya cari di warung-warung dekat kantor, cari yang rada murah," sambungnya.
Lihat juga Video: Rutinitas 'Monster Day' Para Pejuang Rupiah dari Daerah Penyangga