Pemberantasan judi online dinilai berkontribusi terhadap capaian pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12% pada kuartal II-2025.
Menurut Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Firman Hidayat, naiknya pertumbuhan ekonomi sejalan dengan berkurangnya angka deposit judi online berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Firman menjelaskan, dana yang dipakai judi online bakal menguap begitu saja ke luar negeri tanpa memberi multiplier effect di Tanah Air. Hal ini tentu berdampak juga pada perekonomian nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertumbuhan BPS kan bagus ya, 5,12% dan kayanya sejalan dengan tren penurunan deposit di judi online. Itu artinya duit-duit yang tadinya masuk di judi online kemudian ke luar negeri itu bisa dipakai oleh masyarakat untuk digunakan dalam kegiatan yang lebih produktif seperti investasi," jelas Firman di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Berdasarkan perhitungannya, tahun 2024 pertumbuhan ekonomi Indonesia terkoreksi 0,3% imbas kegiatan judi online. Padahal jika judi online diberantas maka pertumbuhan ekonomi seharusnya mencapai 5,3%.
"Jadi dari perhitungan sederhana ini kita mengestimasi, di tahun 2024 saja impact dari judol itu 0,3% dari pertumbuhan ekonomi. Tahun lalu kita tumbuh di 5%, gampangnya ya harusnya kita bisa tumbuh di 5,3%. Jadi di tengah situasi global yang sangat besar, 0,3% ini sangat berharga untuk kita bisa mencapai target Pak Presiden," bebernya.
Penerimaan pajak yang hilang juga mencapai Rp 6,4 triliun dan cukup merugikan negara. Tak hanya Indonesia, negara-negara seperti Brasil hingga Hong Kong juga mengalami persoalan yang sama terkait judi online.
Sementara itu, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengklaim ada penurunan frekuensi setoran awal atau deposit yang menuju judi online. Dalam data PPATK, pada Mei 2025 frekuensi deposit judol mencapai 7,32 juta. Lalu angkanya turun menjadi 2,79 juta pada Juni 2025.
Hal ini berarti penurunan frekuensi deposit judol mencapai 61,88%. Penurunan frekuensi deposit ini menyusul diberlakukannya pemblokiran rekening dormant pada 16 Mei 2025.
Frekuensi deposit judol sempat mencapai 17,33 juta pada Januari 2025. Angkanya naik pada Februari dan Maret dengan masing-masing sebesar 17,99 juta dan 15,82 juta. Frekuensi deposit judol melonjak pada April mencapai 33,23 juta. Angkanya mulai turun pada Mei 2025 menjadi 7,32 juta saat menerapkan kebijakan pemblokiran rekening.
Sementara, untuk transaksi deposit judol mencapai Rp 5,08 triliun pada April 2025. Nilai transaksinya menurun pada Mei 2025 mencapai Rp 2,29 triliun dan Rp 1,50 triliun pada Juni 2025.
"Nah ini kita lihat memang faktanya transaksi yang dilaporkan terkait dengan judi online penurunan drastis, bayangkan Maret 2025 Rp 2,5 triliun, lalu kemudian melonjak sampai Rp 5,8 triliun, ini ada fenomena lebaran, udah di liquid dan segala macam, sehingga ternyata dipakai juga untuk kepentingan judol oleh saudara-saudara kita. Lalu menurun di bulan Mei 2025 dan turun lagi sekarang Rp 1,5 triliun," tutup Ivan.
Simak juga Video 'OJK Temukan 25 Ribu Rekening Terindikasi Judi Online':
(kil/kil)