Kasus Keracunan MBG Muncul Lagi, BGN Ubah Cara Masak sampai Distribusi

Kasus Keracunan MBG Muncul Lagi, BGN Ubah Cara Masak sampai Distribusi

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 05 Agu 2025 19:15 WIB
Tim dapur menyiapkan 3.000 MBG untuk pelajar di Pontianak Barat.
Ilustrasi/Foto: dok SPPG Yayasan Daarul Hikmah
Jakarta -

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan usai munculnya sejumlah kasus keracunan di berbagai daerah. Salah satu kasus terbaru terjadi di sebuah SMP di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang kembali memicu kekhawatiran publik.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengaku pihaknya menargetkan program MBG bisa berjalan tanpa kecelakaan sama sekali. Namun kenyataannya, kejadian demi kejadian tetap terjadi dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap program ini.

"Kami masih menyesalkan itu terjadi karena target kami kan tidak ada kejadian. Tapi meskipun jumlahnya kecil, itu tetap mengganggu kepercayaan publik terhadap kami. Tapi kami sedang usahakan dengan peningkatan SOP," kata Dadan saat ditemui di Kantor Kementerian PU, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dadan menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk dalam hal pendanaan. Salah satu masalah yang sebelumnya memicu keterlambatan dan potensi keracunan kini sudah diatasi. Skema pendanaan dari BGN ke penyelenggara SPPG telah dipermudah dan tidak lagi bergantung pada proses reimburse yang makan waktu.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, BGN juga telah meningkatkan standar operasional prosedur (SOP), mulai dari proses memasak hingga distribusi makanan. Pelatihan ulang juga dilakukan agar makanan yang dikirim ke sekolah tetap dalam kondisi aman.

ADVERTISEMENT

"Oleh sebab itu kami tingkatkan terus. Jadi ada beberapa SPPG sekarang itu kalau mengirim makanan jam 7, jam 4 baru masak. Jadi nggak boleh lebih dari 4 jam," ujarnya.

Dadan menyebut penyebab utama dari kasus-kasus keracunan biasanya berasal dari pemilihan bahan baku hingga proses pengolahan yang tidak ideal. Namun untuk kasus Kupang, ia merasa aneh karena keracunan terjadi saat MBG sudah dihentikan selama lebih dari seminggu.

"Setelah 8 hari kita stop di 1 sekolah itu, tidak kami beri makan, terjadi keracunan juga. Jadi bukan dari MBG saja keracunan itu," ucapnya.

Dadan mengungkapkan bahwa ada dua risiko besar dalam pelaksanaan program MBG, yaitu penyalahgunaan anggaran dan kejadian keracunan. Namun menurutnya, potensi keracunan justru lebih mengkhawatirkan.

"Jadi kalau jujur saya ditanya, saya lebih takut dengan yang kedua. Karena kalau penyalahgunaan anggaran, kami sudah membangun sedemikian rupa sistem yang sulit sekali orang bisa memanipulasi anggaran. Tapi kalau keracunan ini rangkanya panjang, mulai dari bahan baku, proses pengolahan, proses penyajian, proses delivery, proses konsumsi, termasuk kondisi anak," jelasnya.

Ia mencontohkan salah satu kejadian di sekolah yang sempat membuat geger. Saat itu ada satu siswa yang muntah karena memang sedang sakit, namun akhirnya satu sekolah ikut muntah karena panik.

"Karena bisa saja makanannya fine-fine saja, anaknya dalam keadaan sakit. Nah karena makan bergizi, seolah-olah sakitnya, muntahnya dari makanan. Padahal pernah terjadi di satu kelas, ada satu anak yang muntah padahal anaknya lagi sakit, satu sekolah muntah," tutup Dadan.

Simak juga Video 'Kata Orang Tua Murid soal Banyaknya Kasus Keracunan Makan Gratis':

(shc/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads