Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi 5,12%. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengungkapkan pemerintah bereaksi cepat memperbaiki kinerja di kuartal I. Salah satu yang paling menonjol adalah belanja Pemerintah.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Akbar Himawan Buchari mengungkapkan data menunjukkan pertumbuhan belanja Pemerintah sangat signifikan, dari minus 2,9% menjadi minus 0,33%.
Begitu juga investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), dari yang hanya 2,12% di kuartal I menjadi 6,98%. "Jika kedua sektor ini terus didorong, sudah pasti ekonomi kita akan lebih baik kuartal selanjutnya," kata Akbar dalam keterangannya, Rabu (6/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paket stimulus ekonomi juga mampu memainkan perannya dengan baik. Jika di kuartal I minus 4,89%, konsumsi rumah tangga di kuartal II mampu melesat hingga 2,64%. Ekspor juga naik hingga 10,67%.
Hanya saja, Akbar menghitung secara kumulatif pertumbuhan ekonomi di semester I baru menyentuh angka 4,99%. Meski dirinya tetap bersyukur pemulihan ekonomi Indonesia jauh lebih cepat di tengah ketidakpastian global.
"Capaian ini membuat dunia usaha lebih optimis. Harapan kami, Pemerintah mampu mempertahankan kinerja apiknya, sehingga pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini mampu di atas 5%," ujar Akbar.
Menurutnya, Pemerintah dan dunia usaha harus meningkatkan sinergitas dalam mengarungi ketidakpastian global dan kondisi geopolitik yang belum menentu. Terlebih, Kamis (7/8/2025) Indonesia harus menjalankan kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS).
Akbar mengatakan, Hipmi mendukung Pemerintah yang terus berupaya menurunkan tarif yang dipatok Presiden AS Donald Trump. Harapannya, tarif 19 persen masih bisa diturunkan. Setidaknya, menjadi yang terendah di ASEAN.
Untuk diketahui, sejumlah negara ASEAN mendapat tarif resiprokal yang beragam. Indonesia bersama Thailand, Kamboja, Malaysia, dan Filipina mendapat tarif 19 persen. Kemudian Vietnam 20 persen, Brunei Darussalam 25 persen. Sedangkan Myanmar dan Laos paling tinggi, yakni 40 persen.
Akbar memprediksi, jika Pemerintah bisa kembali menurunkan tarif, investasi di Tanah Air akan terus mengalir. Mengingat, dengan kondisi tersebut, investor akan mencari negara yang mampu membuat barang-barangnya menjadi kompetitif di pasar global, khususnya Negeri Paman Sam.
"Kami juga berharap agar Pemerintah merampungkan sejumlah perjanjian dengan negara lain. Seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA)," pinta Akbar.
Selain merampungkan sejumlah perjanjian, Akbar meminta agar Pemerintah membuka akses ke pasar-pasar nontradisional. Pasalnya, potensi pasar dari negara tersebut sangat besar. Belum lagi Indonesia menjadi bagian dari BRICS yang memiliki pangsa pasar lebih dari 3 miliar jiwa.
"Terakhir, saya juga mengajak rekan-rekan dunia usaha melakukan diversifikasi pasar. Dengan begitu, apa yang dilakukan Pemerintah bisa dioptimalkan dengan baik. Ini semata-mata untuk kemajuan Indonesia," jelas dia.
Simak juga Video 'Pertumbuhan Ekonomi Diragukan, Airlangga Tepis Isu Permainan Data':
(kil/kil)