Biaya makan siang kerap menguras isi kantong para pekerja kantoran di Jakarta. Untuk mengatasi permasalahan ini, setiap pekerja memiliki siasatnya sendiri, mulai dari pilihan menu makan yang lebih murah, hingga membawa bekal dari rumah.
Hal ini seperti yang dilakukan Mahesa (27), di mana sehari-hari ia semaksimal mungkin berusaha menekan biaya makan siang dengan pilihan menu yang terjangkau di kantin atau pujasera dekat kantornya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.
"Ya budget-nya Rp 15 ribu untuk makan, Rp 5 ribu lagi untuk minum. Lumayan lah ya kalau misalnya untuk makan siang masih bisa ditekan dari sana," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Mahesa mengaku juga kerap membawa bekal dari rumah untuk menekan biaya makan siang di kantor lebih jauh. Dari sana, ia dapat menghemat setidaknya Rp 200-300 ribu per bulan.
"Dalam satu minggu paling banyak bisa dibilang sampai 4 kali bawa bekal, sisanya makan di luar. Jadi ya pertama untuk menekan budget, kedua ya buat nabung juga kan. Kalau kita hitung-hitung memang cost-nya bisa Rp 200-300 ribu kalau misalkan kita nggak bawa bekal," paparnya.
Menurut Mahesa, penghematan semacam ini perlu dilakukan agar biaya makan siang tidak semakin jebol. Terlebih, mengingat ada banyak sekali pilihan menu makan di sekitar perkantoran Jakarta yang tergolong mahal, yang menurutnya dapat dengan mudah menghabiskan lebih dari Rp 100 ribu.
"Kalau mau mengikuti sosialitas-sosialitas sekarang kan, pasti Rp 100 ribu satu hari bisa lebih," jelasnya.
Sementara itu, ada juga pekerja kantoran di kawasan Setiabudi lainnya bernama Putra (29) yang merasa pengeluaran sehari-hari saat memasuki jam makan siang masih sangat besar. Padahal ia sudah berusaha untuk lebih hemat dengan selalu membawa tumbler, sehingga dirinya tak perlu membeli minum di luar.
Selain membawa tumbler, Putra yang seorang perantau juga sudah mencoba untuk memasak di kosan tempatnya tinggal. Setidaknya ia sudah berusaha untuk memasak nasi sehingga dirinya hanya perlu membeli lauk untuk makan siang.
Namun ternyata, usahanya itu tak sepadan dengan jumlah pengeluaran yang bisa ia tekan. Sebab menurutnya, penghematan biaya makan dengan membawa bekal dari rumah baru terasa jika sudah berkeluarga atau setidaknya tidak tinggal seorang diri di Jakarta.
"Pernah saya coba beli magic com kecil gitu. Maksud saya, setidaknya kita masak nasi lah, tinggal beli lauknya doang gitu. Cuma ternyata dihitung-hitung kurangnya juga nggak begitu jauh. Selain itu kita juga harus pakai listrik juga kan. Ya mungkin ujung-ujungnya juga sama aja gitu," kata Putra.
"Kecuali kalau kata teman saya yang dia sudah berkeluarga gitu. Minimal dua orang saja, kalau dua orang untuk saving dari bekal nasi itu kayaknya sudah lebih kerasa gitu. Tapi kalau masih sendiri kayaknya nggak kerasa sih," jelasnya lagi.
Pada akhirnya, satu-satunya pilihan untuk berhemat yang paling memungkinkan bagi Putra adalah dengan mencari pilihan makan yang paling terjangkau. Termasuk pilihan makan siang di kantor maupun saat sedang tidak bekerja.
"Untungnya mungkin kayak kita sudah kerja selama beberapa tahun. Jadi mungkin self-reward kita untuk makan enak sudah nggak sebesar dulu. Mungkin dulu ketika bulan pertama, kedua, ketiga itu baru pertama kali terima gaji mungkin self-reward-nya dengan cara makan-makan yang mahal, yang enak," ucapnya.
"Cuma sekarang sih itu sudah lewat lah masanya. Jadi sekarang makan itu yang penting kenyang. Baru setelah itu kalau bisa enak, kalau bisa murah gitu sih," sambung Putra.
Jika hal tersebut tidak dilakukannya, Putra mengatakan bukan hal yang mustahil jika gaji yang diterima malah tak cukup untuk biaya makan dan hidup sehari-hari sampai akhir bulan, dan ini sudah pernah ia rasakan saat masih awal-awal bekerja.
"Benar-benar trial and error gitu. Jadi saya pernah suatu bulan gitu, gaji kurang karena ternyata salah perhitungan ditambal-sulamnya itu. Itu memang benar-benar learning by doing juga sih," tutupnya.
Simak juga Video 'BPS Tetapkan Garis Kemiskinan 20 Ribu/Hari, Bisa Dapat Apa Aja?':
(igo/fdl)