Tak sedikit orang menghabiskan uang di luar kemampuan hanya untuk menunjukkan status sosial mereka, memamerkan barang-barang mewah agar terlihat sukses. Sayang, mereka yang sering terjebak dalam 'adu' kesuksesan ini adalah mereka kalangan kelas menengah.
Ironisnya orang yang benar-benar kaya jarang melakukan hal ini. Sebab mayoritas dari mereka lebih fokus menjaga stabilitas finansial dan berinvestasi daripada pamer kemewahan. Membuat adu kesuksesan di kelas menengah ini hanya pemborosan.
Melansir VegOut Magazine, berikut lima hal yang menjadi pemborosan kelas menengah namun tidak dipedulikan oleh orang kaya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Mobil Mewah
Berdasarkan data Experian Automotive , sekitar 60% keluarga berpenghasilan tinggi dengan penghasilan lebih dari US$ 250.000 atau Rp 4,05 miliar per tahun lebih memilih merek mobil 'murah meriah' seperti Honda, Toyota, dan Ford daripada kendaraan mewah.
Sementara penelitian dari Thomas C. Corley juga menemukan bahwa 55% orang tajir lebih memilih beli mobil bekas. Sebab mereka paham bahwa mobil adalah alat transportasi, bukan investasi. Orang kaya yang sesungguhnya tahu status datang dari kekayaan bersih, bukan dari apa yang terparkir di jalan masuk rumahnya.
2. Pakaian Desainer
Banyak orang berpikir bahwa mengenakan merek fashion kelas atas membuat mereka terlihat kaya. Namun mayoritas orang kaya tidak peduli dengan merek-merek seperti Gucci atau Louis Vuitton.
Ironisnya, mereka membeli pakaian atau aksesoris dengan harga premium untuk hak istimewa menjadi 'papan reklame' brand-brand tersebut.
Sementara orang yang benar-benar kaya dan sukses cenderung mengutamakan kualitas daripada kemewahan. Mereka akan berinvestasi pada barang-barang, termasuk pakaian, berkualitas tinggi yang tahan lama dari pada melihat merek.
3. Rumah Besar
Bagi banyak orang, rumah bukan sekadar tempat tinggal, namun juga simbol status. Sayang, memiliki rumah besar dengan biaya perawatan tinggi tidak berarti orang itu kaya; justru sering kali membuat mereka mengalami tekanan finansial.
Salam riset Thomas C. Corley menemukan bahwa 64% orang kaya dengan aset miliar rupiah memilih rumah yang yang sederhana. Artinya orang-orang sebetulnya yang mampu membeli rumah mewah justru memilih untuk tinggal di rumah biasa.
Kondisi ini terjadi karena mereka paham rumah bukanlah aset dengan keuntungan terbesar, sehingga mereka lebih memilih untuk berinvestasi daripada mengeluarkan lebih untuk tempat tinggal. Sementara kelompok kelas menengah seringkali menghabiskan 30-40% pendapatan mereka untuk cicilan KPR.
Lihat juga Video: BSU Jadi 600 Ribu, Bagaimana Nasib Kelas Menengah?
5 Hal Ini Sering Dibeli Kelas Menengah Biar Tampak Kaya
Foto: Pradita Utama
|
4. Jam Tangan Mahal
Jam tangan mewah dengan harga fantastis kerap kali dianggap menunjukkan status dan kepemilikan harta yang besar. Psikologi di sini cukup jelas. Jam tangan mewah memiliki satu fungsi utama bagi sebagian besar orang yakni memberi sinyal kepada orang lain bahwa dirinya telah "berhasil".
Jam tangan bisa menjadi pembuka percakapan, cara untuk secara halus menyampaikan status keuangan Anda saat berjabat tangan dan rapat.
Namun, orang-orang kaya yang sesungguhnya tidak membutuhkan validasi dari pergelangan tangan. Mereka berfokus pada membangun bisnis, berinvestasi, dan menciptakan nilai, bukan pada apakah jam tangan mereka mengesankan orang di seberang meja konferensi.
5. Penerbangan Kelas Satu dan Liburan Mewah dengan Kartu Kredit
Tidak ada yang lebih baik untuk menunjukkan bahwa "saya sudah sukses" selain mengunggah foto-foto di media sosial saat melakukan perjalanan menggunakan penerbangan kelas bisnis atau liburan di tempat mewah.
Padahal untuk berlibur dengan kemewahan ini mereka harus menggunakan kartu kredit alias berutang ke bank. Sementara orang kaya bepergian dengan cara yang berbeda. Mereka cenderung tidak ingin berutang hanya untuk kesenangan sementara.
Mereka memahami bahwa kemewahan sejati adalah kebebasan finansial, bukan sesuatu sementara namun datang dengan cicilan jangka panjang.
Ketika orang kaya sejati berfoya-foya untuk bepergian dan liburan, hal itu dilakukan dengan uang yang sebenarnya mereka miliki. Mereka tidak mengorbankan masa depan finansial mereka hanya demi seminggu berpura-pura hidup seperti orang sukses.