Buruh Ragu soal Serapan Tenaga Kerja, Istana: Kalau Mau Debat, Data dengan Data

Buruh Ragu soal Serapan Tenaga Kerja, Istana: Kalau Mau Debat, Data dengan Data

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 14 Agu 2025 14:24 WIB
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi (Eva/detikcom)
Foto: Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi (Eva/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah merespons kalangan buruh yang meragukan data serapan tenaga kerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meragukan data serapan kerja yang dipaparkan Kementerian Ketenagakerjaan soal penyerapan serapan tenaga kerja nasional mencapai 303 ribu orang.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi meminta agar kalangan buruh berdebat dengan data yang valid. Menurutnya bila berdebat jangan hanya pakai perasaan tapi menggunakan data yang jelas.

"Baik, kalau tidak percaya atau meragukan data, silahkan kita berdebat untuk menyajikan data yang lain. Jadi tidak hanya pakai perasaan. Jadi ada data juga yang disandingkan supaya kita bisa diskusikan soal data itu," papar Hasan Nasbi di kantornya, Gedung Kwarnas, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang tidak bisa dilanjutkan diskusinya itu biasanya data diadu dengan perasaan. Jadi kita akan sulit untuk mendiskusikannya. Satunya pakai perasaan, yang satunya pakai data," tegasnya menekankan.

Lebih lanjut, Hasan memaparkan sejauh ini menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri tumbuh sekitar 5,6% diiringi dengan kenaikan realisasi investasi yang tumbuh hingga 6,9%. Capaian itu menurutnya membuahkan total lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang.

ADVERTISEMENT

Kemudian, berdasarkan data dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Hasan memaparkan 5 sektor terbanyak yang membuka lapangan kerja adalah sektor industri logam dasar, sektor transportasi dan telekomunikasi, sektor pertambangan, sektor perumahan dan kawasan industri.

"Nah, lapangan kerja yang dimunculkan dari sektor investasi sejauh ini, tentu nanti akan bertambah. Sejauh ini 1,259 juta. Jadi itu lapangan kerja yang tercipta dengan investasi yang ada sampai Agustus 2025," sebut Hasan Nasbi.

Hasan kembali menegaskan bila ada yang meragukan data tersebut, lebih baik berdebat dengan memberikan data yang lain yang valid. Berdebat menurutnya jangan hanya pakai perasaan saja.

"Jadi kalau misalnya ada yang meragukan, silakan munculkan data yang lain. Jadi kita kalau mau berdebat data dengan data, jadi bisa enak. Jadi kita bisa telusuri ini kira-kira titik mana yang harus kita diskusikan. Tapi kalau hanya dengan pernyataan atau dengan perasaan, tentu kita tidak bisa komentar lebih jauh," kata Hasan.

Keraguan Buruh

Sebelumnya, data serapan tenaga kerja nasional yang dipaparkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dikritik habis-habisan oleh buruh. Kemenperin menyebutkan sejak Januari hingga Juni 2025 serapan tenaga kerja nasional mencapai 303 ribu orang.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan data ini bersifat politis. Dia menyebutkan data tersebut seolah-olah dibuat hanya untuk membuat pimpinan gembira alias 'asal bapak senang.'

"Buruh menyatakan data Kemenperin RI tentang serapan tenaga kerja 303 ribu orang ini diduga asal bapak senang dan bersifat politis," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat kemarin.

Data yang dipaparkan Kemeperin seakan-akan menunjukkan dunia ketenagakerjaan baik-baik saja di tengah hantaman gelombang PHK besar-besaran di sektor riil dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2025.

Menurutnya, PHK marak terjadi di sektor industri tekstil, garmen, elektronik, komponen elektronik, retail, perdagangan mal, hotel, dan sektor padat karya lainnya selama satu semester pertama di 2025. Pihaknya mencatat ada sekitar 54.047 buruh yang kena PHK di semester pertama 2025.

Ada sekitar 6 alasan Said Iqbal dan para buruh memprotes habis-habisan data Kemenperin. Berikut ini ulasannya.

Pertama, Kemenperin RI dinilai tidak menyajikan data dalam bentuk tabel jenis industri, nama perusahaan, jumlah serapan tenaga kerja, sektor formal atau informal, dan di daerah mana saja terjadi serapan tenaga kerja. Buruh curiga Kemenperin hanya asal memberi pernyataan.

Kedua, data Kemenperin soal penyerapan tenaga kerja nasional dalam semester pertama 2025 bertolak belakang dengan data yang disajikan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Data BPJS Ketenagakerjaan dalam kurun waktu yang sama mencatat jumlah peserta BP Jamsostek menurun akibat banyaknya buruh ter-PHK yang mengambil JHT dan menerima JKP.

Ketiga, buruh juga curiga Kemenperin mencampur adukkan penyajian data serapan tenaga formal dengan menggabungkan pekerjaan informal sebagai orang yang bekerja sebagai tenaga kerja yang diserap. Misalnya, orang yang diserap bekerja sebagai mitra pengemudi ojek dan kurir online, pekerja paruh waktu, dan pekerjaan informal lainnya.

Keempat, buruh juga bertanya-tanya apakah Kemenperin ketika menyajikan data serapan tenaga kerja sebesar 303 ribu orang tersebut menggunakan definisi BPS, yang mendefinisikan orang yang bekerja adalah orang yang bekerja 1 jam selama satu Minggu. Bila definisi ini yang dipakai, maka data Kemenperin dinilai bias.

Kelima, fakta di lapangan melalui media televisi atau media sosial sangat jelas terlihat sulitnya cari kerja terjadi di mana-mana. Sederet pelaksanaan job fair diprediksi tak mampu menyerap tenaga kerja maksimal.

Keenam, Said Iqbal memaparkan memang ada beberapa industri sepatu dari investor luar negeri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Bahkan satu perusahaan bisa menyerap ribuan buruh tetapi mereka melakukan secara bertahap dalam beberapa tahun untuk menyerap tenaga kerjanya.

Lihat juga Video: Momen Kapolri Lepas 1.575 Buruh Korban PHK untuk Bekerja Kembali

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads