Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) berencana memangkas jumlah badan usaha milik negara (BUMN) dari yang saat ini 1.046 perusahaan menjadi 228 perusahaan saja. Langkah ini dilakukan dalam upaya perbaikan tata kelola BUMN sesuai yang dimintakan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, jumlah BUMN sebanyak ini tidak lantas membuat penerimaan negara semakin besar. Malah dalam banyak kasus pemerintah harus menelan kerugian yang cukup besar setiap tahun.
"Perlu kita komunikasikan bahwa 97% dividen dari BUMN itu datangnya dari 8 perusahaan, ini sebagai gambaran, dan 52% BUMN itu rugi, dan total kerugian itu kurang lebih direct loss dan indirect loss akibat daripada inefisiensi dalam pengelolaan itu kurang lebih sekitar Rp 50 triliun setiap tahun," kata Dony dalam special talkshow bertajuk Membaca Arah Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2026 bersama Chairman CT Corp Chairul Tanjung, Jumat (15/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Dony menjelaskan proses pemangkasan ini akan dilakukan melalui beberapa cara seperti merger antar BUMN, akuisisi usaha, hingga spin-off atau pemisahan usaha dari induknya.
"Business konsolidasi ini akan ada merger dan acquisition, kurang lebih ada 300 merger yang akan terjadi. Kemudian ada spin-off, akan terjadi spin-off daripada perusahaan sehingga kembali ke core," papar Dony.
Ia mencontohkan salah satunya ada PT Pertamina (Persero), yang mana sebagian anak usahanya direncanakan untuk spin-off agar raksasa minyak dan gas (migas) ini dapat lebih fokus dalam pengembangan usahanya.
"Contohnya oil and gas. Kita punya Pertamina, tapi range of business-nya begitu luas, sehingga tidak fokus lagi menjadi oil and gas company. Ini nanti akan terjadi juga spin-off daripada perusahaannya. Ada hospital-nya akan keluar, hotelnya akan keluar, dan lain sebagainya. Sehingga nanti bisnis-bisnis di BUMN itu akan fokus kepada core kompetensinya," jelas Dony.
Melalui pemangkasan ini, pihaknya berharap setiap BUMN yang ada nanti akan semakin berdaya saing. Sehingga ke depan dapat memberi keuntungan nyata bagi pemerintah, yang bahkan ditargetkan oleh Prabowo bisa menyumbang pendapatan negara minimal US$ 50 miliar.
"Nanti kita harapkan dari 1046 ini akan menjadi 228 perusahaan. Ini perlu kami komunikasikan supaya nanti kita memiliki visi bahwa 228 perusahaan ini nantinya akan menjadi perusahaan yang scalable, mampu berkompetisi, memiliki business model yang proper, revenue stream yang proper, dan dikelola secara transparan," tegasnya.
Di luar itu, Dony menegaskan pihaknya akan mengaudit kinerja setiap BUMN secara teliti. Sehingga ke depan tidak ada lagi laporan keuangan 'abal-abal' atau biasanya dikenal sebagai financial engineering agar perusahaan terlihat memberi keuntungan bagi negara, padahal kenyataannya tidak.
"Sebagaimana tadi kita mendengar Presiden juga berharap bahwa tidak ada lagi perusahaan yang keuntungannya itu karena keuntungan abal-abalan. Kita juga sampaikan kepada publik dalam 6 bulan ini kita melakukan restate. Karena pembukuan yang kurang proper, kita melakukan restate terhadap bukunya, dan ada beberapa lagi yang akan kita restate," terangnya.
"Tetapi ini sekali lagi bukan kita ingin memperlihatkan keburukan, tetapi sebagai base untuk kita menuju US$ 50 billion yang diharapkan oleh Bapak Presiden. Tentu fundamental daripada perusahaan ini harus kita rapikan," tergas Dony.
(igo/fdl)