Penerimaan negara pada 2026 ditargetkan sebesar Rp 3.147,7 triliun atau naik 9,8%. Dari total target tersebut, penerimaan dari pajak ditetapkan sebesar Rp 2.357 triliun atau naik 13,5%
Penerimaan bea cukai ditetapkan naik 7,7% ke Rp 334,3 triliun. Kemudian, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditetapkan Rp 455 triliun turun 4,7%.
"RAPBN 2026, kita lihat posturnya pendapatan negara headline 9,8%. Penerimaan pajak tumbuh Rp 2.357 triliun itu artinya harus tumbuh 13,5%. Itu cukup tinggi dan ambisius," papar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, di Kantor DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Jumat (15/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan perpajakan, menurut Sri Mulyani, akan meneruskan pengembangan yang ada di UU Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) dan aturan yang sudah ada. Dia menekankan tak akan ada pengenaan pajak atau tarif baru.
Penerapan Core Tax serta pertukaran data dengan kementerian dan lembaga akan menjadi salah satu hal yang diinsentifkan.
"Untuk penerimaan pajak 13,5% growth, kebijakan masih akan mengikuti UU yang ada. Artinya UU HPP yang sudah ada dan UU lainnya. Kan tadi pertanyaannya menjurus apakah kita punya pajak atau tarif baru, kita tidak. Tapi lebih kepada reform internal. Pertama coretax dan pertukaran data akan diinsentifkan," sebut Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menjelaskan soal target PNBP yang turun. Menurutnya, target turun karena kini negara tak lagi mendapatkan dividen dari BUMN.
Dividen BUMN akan disetor langsung ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
"Kemudian PNBP kita Rp 455 triliun, turun 4,7%. Karena sekarang PNBP permanen tak dapat dividen dari Pak Rosan. Memang kita turun dari sisi levelnya," kata Sri Mulyani.
Dia juga menilai sejauh ini penerimaan pajak, bea cukai, dan juga PNBP masih bisa ditingkatkan lagi. Caranya adalah melakukan reformasi di bidang administrasi dan juga penegakan hukum.
(hal/hns)