Transfer Daerah Dipangkas Tahun Depan, Dedi Mulyadi: Ini Akan Jadi Masalah

Transfer Daerah Dipangkas Tahun Depan, Dedi Mulyadi: Ini Akan Jadi Masalah

Andi Hidayat - detikFinance
Jumat, 22 Agu 2025 12:49 WIB
Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi - Foto: dok. Pemprov Jabar
Jakarta -

Pemerintah berencana memangkas transfer ke daerah (TKD) tahun depan. Rencana ini tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) tahun 2026, di mana alokasi belanja tersebut turun 29,34% menjadi Rp 650 triliun dari Rp 919,9 triliun dalam APBN 2025.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyebut kebijakan ini menjadi problem bagi pemerintah daerah. Pasalnya, pemerintah daerah dibebankan oleh beban dana alokasi umum (DAU) dan upah tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Tentunya ini akan menjadi problem tersendiri bagi pemerintah daerah. Karena salah satu problem yang dialami oleh pemerintah daerah hari ini beban DAU-nya itu ditambah dengan beban membayar PPPK. Banyak sekali yang kabupaten-kota DAU-nya itu hampir close, tidak bisa digunakan untuk yang lain," ungkap Dedi kepada wartawan di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dedi menjelaskan, kebijakan tersebut membuat pemerintah daerah mengharapkan anggaran dari dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Namun begitu, ia menyebut DBH sendiri belum mencukupi kebutuhan daerah.

ADVERTISEMENT

Bahkan, ia menyebut DBH dari pemerintah pusat ada yang belum dibayar sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Pemprov Jabar, terang Dedi, masih ada sisa DBH yang belum dibayarkan Kementerian Keuangan sebesar Rp 600 miliar.

"Bahkan banyak yang belum dibayarkan lunas oleh Kementerian Keuangan, termasuk Provinsi Jawa Barat, itu hampir Rp 600 miliar itu belum lunas dibayarkan," ungkapnya.

Sebagai salah satu upaya memperkuat fiskal daerah, terang Dedi, pemungutan pajak bumi bangunan (PBB) sendiri menjadi salah satu sumber yang diandalkan. Meski begitu, ia menekankan pemerintah daerah tidak boleh mengerek naik besaran PBB lantaran akan membebani rakyat.

"Akhirnya kan kita harus mencari sumber lain. Tetapi sumber lain, PBB, itu kan kita nggak boleh naik lagi karena membebani rakyat," jelasnya.

Namun begitu, Dedi mengaku tak masalah dengan pemangkasan TKD sepanjang dana tersebut dialokasikan untuk kepentingan rakyat, seperti pembangunan jalan, perbaikan irigasi, subsidi listrik, dan rumah rakyat miskin. Ke depan, ia mengaku akan berdiskusi dengan Kemenkeu dan DPR agar pengelolaan dana daerah tidak terganggu imbas kebijakan tersebut.

"Saya akan menyampaikan permohonan untuk berdiskusi lah dengan Kementerian Keuangan. Saya sudah ketemu juga waktu acara di Bandung. Tapi saya akan tindaklanjuti. Dan saya sudah bicara juga dengan teman-teman Komisi 11. Komisi Keuangan Komisi 11. Kemudian saya sudah menyampaikan ke beberapa teman Badan Anggaran juga saya menyampaikan, untuk ini dibicarakan secara bersama-sama agar tidak terjadi problematika dalam pengelolaan keuangan daerah," pungkasnya.

Diketahui, RAPBN 2026 memuat alokasi belanja tersebut hanya senilai Rp 650 triliun atau turun 29,34% dibandingkan alokasi dalam APBN 2025 yang mencapai Rp 919,9 triliun. Dalam dokumen Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026, belanja negara pada 2026 direncanakan sebesar Rp 3.786,49 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 3.136,49 triliun dan TKD Rp 649,99 triliun.

Jika dirinci, anggaran TKD terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 45,1 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 373,8 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 155,1 triliun, kemudian Dana Otonomi Khusus Rp 13,1 triliun. Selain itu, Dana Desa dialokasikan Rp 60,6 triliun dan insentif fiskal Rp 1,8 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan penurunan TKD dikarenakan ada pergeseran untuk memperbesar alokasi belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang diarahkan langsung untuk dinikmati masyarakat dan mendukung program-program prioritas nasional.

"Penyesuaian alokasi TKD merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah untuk memperbesar alokasi belanja kementerian lembaga yang diarahkan langsung untuk dinikmati masyarakat dan mendukung program-program prioritas yang dilaksanakan di daerah," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, Kamis (21/8/2025).

Menurut Sri Mulyani, pergeseran sebagian besar alokasi TKD ke belanja K/L pada dasarnya juga dinikmati oleh seluruh rakyat di daerah. Hal ini sejalan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.

Simak juga Video: Strategi Prabowo Untuk Pertumbuhan Ekonomi di RAPBN 2026

(kil/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads