Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritik gaji serta tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencapai Rp 3 juta per hari atau sekitar Rp 104 juta per bulan. Said pun membandingkan dengan gaji dan buruh yang jauh perbedaannya dengan anggota DPR.
Ia mengetahui besaran gaji serta tunjangan DPR dari rilis sebuah media. Dalam rilis tersebut, merinci besaran gaji pokok, tunjangan, serta kebijakan baru terkait tunjangan perumahan Rp 50 juta bagi anggota DPR.
"Memang yang besar tunjangan perumahan, Rp50 juta saya lihat. Berarti kan gaji pokok dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lainnya sekitar Rp54 juta. Kalau kita totalkan benar Rp104 juta yang dilaporkan oleh BBC yang saya baca di online-nya, maka kalau kita bagi 30 hari kan memang benar. Kira-kira Rp3 juta lebih per hari," kata Said dalam keterangannya, dikutip Minggu (24/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Said membandingkan dengan buruh outsourcing atau kontrak di Jakarta yang menerima upah minimum tertinggi, sekitar Rp5,2 juta per bulan. Jika dibagi 30 hari, penghasilan mereka hanya sekitar Rp170 ribu per hari. Artinya, lanjut Said, pendapatan harian buruh hanya sepersekian dari yang diterima anggota DPR.
Menurut Said, ketidakadilan ini semakin jelas bila kita menengok pekerja di sektor informal. Banyak buruh yang bekerja di koperasi, yayasan, atau sektor jasa hanya menerima Rp1,5 juta per bulan. Jika dibagi 30 hari, itu berarti sekitar Rp50 ribu per hari.
Kemudian, ia juga membandingkan dengan upah pengemudi ojek online (ojol). Said menyebut rata-rata upah mereka mendapatkan Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
"Dengan semakin banyaknya jumlah driver, rata-rata pendapatan mereka kini hanya sekitar Rp600 ribu per bulan. Kalau dibagi 30 hari, penghasilan mereka tidak lebih dari Rp20 ribu per hari," terang Said.
"Bayangkan, seorang anggota DPR bisa menikmati Rp3 juta lebih per hari, sementara pekerja informal pontang-panting di jalan hanya mengantongi Rp20 ribu. Padahal, para pekerja inilah yang menopang roda ekonomi bangsa," imbuh Said.
Ia pun menyoroti dana pensiun seumur hidup yang diterima DPR padahal hanya bekerja lima tahu. Sementara, buruh bisa dengan mudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa perlindungan jaminan sosial.
"Ironisnya, anggota DPR yang hanya bekerja lima tahun sudah berhak atas uang pensiun seumur hidup. Sementara itu, buruh yang bekerja puluhan tahun tetap dihantui ketidakpastian. Inilah wajah nyata ketidakadilan yang melukai hati rakyat," tambahnya.
(kil/kil)