Pengamat Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengkritisi hilangnya beras medium dan premium di sejumlah pasar ritel modern. Dia menilai kondisi ini sangat janggal, apalagi jika dikaitkan dengan data resmi produksi beras yang menunjukkan ketersediaan nasional mencukupi bahkan surplus.
"Ini sangat aneh karena data resmi BPS menunjukkan stok beras nasional mencukupi, tetapi di pasar ritel justru langkah," tegas Azmi dalam keterangannya, Senin (8/9/2025).
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2025 diperkirakan mencapai 31,04 juta ton, naik 12,16% atau sekitar 3,37 juta ton dibanding periode sama tahun lalu. Kenaikan ini didukung oleh peningkatan luas panen menjadi 10,22 juta hektare. Melalui kondisi tersebut, ketersediaan beras nasional surplus 3,7 juta ton dari kebutuhan konsumsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau suplai nasional aman, lalu disisi lain beras hilang di ritel, ini patut diduga bisa jadi ada praktik penimbunan, pengalihan distribusi, permainan harga, dan tata niaga oleh jaringan mafia pangan. Fenomena ini juga mencerminkan lemahnya pengawasan atas data produksi dan distribusi beras di lapangan. Semua itu jelas merupakan perbuatan tindak pidana yang merugikan perekonomian negara," tutur Azmi.
Menurutnya, praktik penimbunan pangan merupakan pelanggaran serius. Dia merujuk pada Pasal 29 UU No. 7/2014 tentang Perdagangan yang melarang penimbunan barang kebutuhan pokok untuk keuntungan pribadi, serta Pasal 107 UU No. 18/2012 tentang Pangan yang mengancam pidana penjara hingga 7 tahun dan denda Rp100 miliar. Lebih jauh, Azmi menyebut pola kartel pangan sudah berlangsung lama.
"Pola lama ini akan terus berulang, sebab ada pihak tertentu seperti spekulan yang menimbun, ada permainan tata niaga, termasuk ada jaringan pengusaha besar yang mengendalikan stok, sementara aparat pengawas terlambat merespons. Ini yang membuat keadaaan pasar beras terganggu dan rakyat jadi korban," ujarnya.
Azmi mengapresiasi langkah cepat Mentan Amran yang turun langsung mengurai persoalan distribusi beras. Namun ia menegaskan, organ pendukung pemerintah lain tidak boleh diam.
"Mafia Pangan semacam ini sangat merugikan rakyat. Kini fakta semakin jelas ketika Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menunjukkan keberaniannya untuk menyelesaikan langsung urusan beras agar distribusi berjalan baik dan harga tetap stabil," katanya.
"Satgas Pangan, Bapanas, KPPU, Kemendag, dan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, termasuk KPK) harus proaktif. Bila kondisi ini terus berlarut, Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri harus segera turun tangan memastikan jaringan mafia pangan benar-benar ditumpas," tambahnya.
Selain penindakan hukum, Azmi juga mendorong pemerintah meningkatkan transparansi distribusi pangan. Dia mengusulkan agar data stok beras, baik di Bulog maupun di pasar ritel, dipublikasikan secara berkala dan real time melalui kanal resmi pemerintah.
"Data stok beras nasional, baik di Bulog maupun di ritel, harus dipublikasikan secara berkala dan real time melalui kanal resmi pemerintah. Dengan keterbukaan data, publik dapat ikut mengawasi alur distribusi. Ini menutup ruang gelap yang sering dimainkan mafia pangan. Transparansi adalah kunci menjaga kepercayaan rakyat dan menstabilkan harga," tutupnya.
Simak juga Video: Beras Premium 'Hilang' dari Minimarket gegara Kasus Beras Oplosan?