Gaji baru saja cair, tapi dalam beberapa hari sudah terasa menipis. Padahal kalau dilihat sekilas barang yang dibelanjakan tiap bulan masih itu-itu saja, tapi entah bagaimana uang cepat sekali perginya.
Perencana keuangan Eko Endarto menyebut kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kenaikan harga barang, baik karena inflasi maupun kelangkaan produk yang membuat harga melonjak tinggi.
"Pertama pastinya karena inflasi, walaupun pemerintah bilang inflasi kita nggak tinggi, tapi secara real kita bisa melihat bahwa beberapa barang itu makin sulit ditemui. Atau misalnya memang tidak inflasi, tapi beberapa barang itu tidak ada sehingga harganya tinggi sekali," jelas Eko kepada detikcom, Selasa (9/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga kita harus berkorban untuk suatu barang yang itu pokok. Pada akhirnya dana yang habis lebih besar dari biasanya," sambungnya.
Namun di balik itu ada juga biaya-biaya 'terselubung' lainnya yang kerap memakan isi dompet tanpa sadar. Misalkan saja untuk biaya parkir saat bekerja atau bahkan saat berbelanja di minimarket.
"Belum lagi misalnya biaya-biaya nggak kelihatan seperti beli pulsa telepon, itu kan kita ada biaya administrasi. Beli pulsa PLN, transfer uang, dan sebagainya itu kan ada potongan-potongan yang kita suka nggak lihat," paparnya.
Masalahnya, biaya-biaya ini terkesan kecil sehingga sering diabaikan. Namun jika biaya-biaya kecil ini ditotal, maka baru terlihat sebagai salah satu pos pengeluaran yang cukup besar.
"Kita bayar itu kan angka-angka yang kecil, tapi kalau dihitung bisa sangat besar apalagi kalau rutin," terang Eko.
Sementara itu, Ekonom senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad melihat fenomena kemudahan belanja di platform digital sebagai penyebab munculnya banyak biaya tak terduga di tengah masyarakat.
"Karena pengaruh dari influencer ataupun e-commerce dan sebagainya mendorong orang untuk melihat dan pada akhirnya membeli. Padahal itu bukan kebutuhan yang utama," paparnya.
"Tadinya kita nggak butuh ini, tapi ternyata ada model baru jadinya kan akhirnya beli. Ada pilihan baru, dengan digitalisasi kan semua informasi bisa dihubungkan dengan berbagai model, merek, dan sebagainya," sambung Tauhid.
Sebab menurutnya dengan berbagai kemudahan dalam transaksi dan berbelanja saat ini, banyak masyarakat tanpa sadar jadi lebih konsumtif. Banyak orang merasa hanya 'sesekali' membeli barang di luar kebutuhan pokok, namun tanpa sadar biaya cicilan barang-barang ini malah menjadi pengeluaran tambahan yang mungkin baru terasa di bulan-bulan berikutnya.
"Pembayarannya dimudahkan, katakanlah lewat kredit, pinjam ke pinjol, atau pay later dan sebagainya itu yang pada akhirnya membuat duit yang tadinya cukup buat saving lama-kelamaan tidak cukup," jelasnya.
Simak juga Video 'Ekraf Minta Tambah Anggaran Jadi Rp 1 T Buat Pertumbuhan Ekonomi':
(igo/fdl)