Terjebak di Fenomena 'Job Hugging', Untung atau Rugi?

Terjebak di Fenomena 'Job Hugging', Untung atau Rugi?

Amanda Christabel - detikFinance
Minggu, 21 Sep 2025 07:30 WIB
Ilustrasi kehidupan pekerja di Jepang yang dikenal keras
Ilustrasi pekerja - Foto: David Tesinsky
Jakarta -

Fenomena 'job hugging' merebak terjadi di pekerja Tanah Air. Hal ini bisa terjadi karena didorong oleh situasi ekonomi yang tidak menentu, sehingga pekerja cenderung merasa perlu terikat pada pekerjaannya.

Menurut pengamat ketenagakerjaan sekaligus Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjuddin Noer Effendi, fenomena ini bagai pisau bermata dua karena menunjukkan adanya sisi buruk tapi juga ada sisi baiknya.

Di satu sisi, fenomena ini menunjukkan bahwa pasar kerja Indonesia tidak baik-baik saja, lantaran perusahaan tidak menyerap tenaga kerja dengan maksimal. Sisi lainnya, 'setidak'-nya para pekerja tetap berada dalam situasi masih bekerja dan tak menyumbang angka pengangguran tambah naik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari sisi negatifnya, orang mencari kerja tapi perusahaan tidak (melakukan) rekrutmen. Jadi, orang susah untuk mencari kerja, oleh karena itu banyak pengangguran. Positifnya bagi para pekerja yang tidak mau meninggalkan pekerjaan ini 'kan tetap bertahan. Jadi, tetap bertahan untuk hidup, tetapi tidak terjadi perubahan di dalam penghasilan mereka," kata Tadjuddin kepada detikcom, Sabtu (20/9/2025).

Situasi ini juga menunjukkan para pekerja mengambil banyak peluang, sehingga membatasi kesempatan bagi orang lain bisa masuk ke pasar kerja. Disinyalir, banyak orang bertahan kerja meskipun gajinya segitu-segitu saja, atau bahkan mengalami penurunan.

ADVERTISEMENT

"Ini muncul karena beberapa hal, karena ketidakpastian dan perlambatan ekonomi. Di Indonesia, perlambatan ekonomi karena daya beli merosot, banyak industri yang melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Karena itu banyak orang bertahan pada pekerjaan yang lama, meskipun gajinya mungkin stagnan karena sulit mencari pengganti," kata Tadjuddin.

Paling Banyak di Sektor Industri Manufaktur

Rupanya, 'pemeluk' pekerjaan paling banyak ada di sektor industri manufaktur. Hal ini dipicu oleh sulitnya mengembangkan produksi karena daya beli masyarakat yang mengalami penurunan.

"Yang banyak di sektor industri manufaktur. Terutama mereka 'kan belakangan ini sulit mengembangkan produksi karena daya beli rendah, pasaran mereka rendah. Kemudian, banyak pekerja yang bertahan," ucap Tadjuddin.

Ditambah lagi, kata Tadjuddin, sektor industri manufaktur saat ini kerap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Sebab itulah para pekerja memilih tetap bertahan meskipun gajinya stagnan, atau malah mengalami penurunan nominal upah.

"Perusahaan-perusahaan yang sekarang ini, terutama industri padat karya kita tuh banyak melakukan PHK. Ini yang (membuat) mereka bertahan pada upah yang biasa, makanya mungkin jangan-jangan upahnya menurun. Tetapi mereka tetap bertahan dalam pekerjaan itu, karena peluang kerja di luar tidak ada," bebernya.

(kil/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads