Pemerintah dan DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dibawa ke Rapat Paripurna. Dalam RUU tersebut mengubah 84 pasal yang mencakup larangan Menteri dan Wakil Menteri untuk rangkap jabatan jadi Komisaris dan Direksi BUMN.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua Panja RUU BUMN Andre Rosiade mengatakan bahwa pihaknya telah mengadakan serangkaian kegiatan dalam rangka menggodok revisi aturan tersebut, mulai dari rapat dengan pakar, perumusan, hingga sinkronisasi yang dilakukan tim perumusan (timus) dan tim sinkronisasi (timsin).
"Secara substansi, telah dilakukan perubahan terhadap 84 pasal dalam RUU ini. Jadi ada 84 pasal yang kita ubah. Seluruh materi pengaturan dalam RUU perubahan keempat UU 19 2003 tentang BUMN telah dilakukan sinkronisasi oleh tim sinkronisasi, termasuk menyempurnakan struktur batang tubuh serata melengkapi penjelasan-penjelasan yang diperlukan," kata Andre, dalam Raker tersebut di Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun pada pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya Komisi VI DPR RI menyoroti adanya rangkap jabatan sebagai komisaris pada Pejabat Eselon I Kementerian.
Lantas apakah dalam RUU BUMN tersebut juga dilarang rangkap jabatan sebagai Komisaris dan Direksi BUMN?
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa hingga hari ini belum ada larangan pejabat eselon I rangkap jabatan sebagai Komisaris dan Direksi BUMN. Menurutnya, belum adanya larangan tersebut karena harus ada perwakilan dari pemerintah yang dapat mengawasi BUMN.
"Sampai hari ini belum ada. Ya karena memang wakil pemerintah kan harus ada di sana," katanya di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Selain itu, Supratman mengatakan bahwa belum adanya larangan pejabat eselon I rangkap jabatan sebagai Komisaris dan Direksi BUMN juga karena merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang hanya melarang Menteri dan Wakil Menteri.
"Kan yang sekarang diputuskan oleh MK hanya menteri dan wakil menteri yang tidak boleh merangkap. Yang jelas bahwa tetap nanti akan pada akhirnya akan kita lihat kebijakannya dalam peraturan turunan yang dibawanya," katanya.
Sebelumnya, dalam rapat dengan pendapat umum (RDPU) pada Rabu lalu, Pakar Hukum Universitas Udayana Jimmy Z Usfunan mendorong agar tidak hanya wakil menteri saja yang tidak boleh merangkap jabatan jadi Komisaris. Menurutnya ini penting untuk menjaga profesionalisme dan tata kelola di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia menyampaikan jika pejabat eselon I yang masuk sebagai komisaris di BUMN berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pasalnya, birokrasi pemerintahan memiliki fungsi utama sebagai pelayan publik, sementara BUMN bergerak dengan orientasi profit.
"Terkiat dengan soal beberapa jabatan, saya pun juga sepakat kalau seandainya apakah dimungkinkan tidak hanya mengatur menteri dan wakil menteri tapi eselon I juga tidak masuk Komisaris BUMN. Iya saya sepakat," katanya.
"Ini berbeda ketika pejabat itu masuk dalam birokrasi yang lain dengan masuk dalam satu kotak BUMN. Ini kan berbeda. Karena birokrasi lain bicara soal publik Service sedangkan masuk dalam kotak BUMN adalah bicara soal profitnya," tambahnya.
Jimmy menegaskan, larangan rangkap jabatan hingga level eselon I akan membuat peran BUMN lebih fokus menjalankan bisnis tanpa intervensi kepentingan birokrasi.
"Ketika adanya larangan itu maka ini juga untuk meningkatkan pengawasan. Dan ketika pengawasan itu ditingkatkan maka pelaksana," katanya.
Adapun dalam RUU BUMN yang telah disepakati ini terdapat 11 Pokok yang krusial.
1. Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN
2. Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN
3. Pengaturan dividen saham seri A dwiwarna dikelola langsung oleh BP BUMN atas persetujuan presiden
4. Larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi komisaris dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 120/PU-XXIII/2025
5. Menghapus ketentuan anggota direksi anggota dewan komisaris dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara
6. Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN menduduki jabatan direksi komisaris dan jabatan manajerial di BUMN
7. Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah
8. Mengatur pengecualian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN
9. Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh BPK
10. Pengaturan mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN
11. Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri atau wakil menteri sebagai organ BUMN sejak putusan mahkamah konstitusi diucapkan, serta pengaturan substansial lainnya.
Tonton juga video "DPR Setuju Larang Menteri-Wamen Rangkap Jabatan Komisaris BUMN" di sini:
(rrd/rrd)