Ternyata, lebih dari separuh penduduk Indonesia hanya mampu menyandang pendidikan hingga tahap sekolah menengah pertama (SMP). Sementara itu, mayoritas lapangan pekerjaan yang tersedia di Tanah Air mayoritas butuh kualifikasi minimal pendidikan setara sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Kepala Pusat Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Surya Lukita Warman, mengatakan ada sekitar 55%-56% masyarakat Indonesia yang merupakan lulusan SMP. Hal ini juga yang memicu ketidakcocokan antara kualifikasi pekerja dengan kebutuhan industri, ditambah dengan soft skill calon pekerja yang dianggap masih kurang.
"Masih banyak pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi hanya sebatas SMA dan SMK, itu masih didominasi. Cuma isunya, soft skill-nya yang agak kurang. Yang berikutnya, di negara kita ini sekitar 55%-56% penduduk kita masih kualifikasinya SMP ke bawah," ujar Surya dalam acara media briefing di Gedung KarirHub, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengakui, pemerintah masih perlu mendorong agar penduduk Indonesia setidaknya bisa didominasi oleh lulusan SMA hingga di kisaran 70%. Ditambah, saat ini juga ada tantangan dari luar negeri, terutama dalam hal teknologi.
"Ini yang menjadi isu bagaimana ini didongkrak lulusan SMA-nya bisa menjadi lebih banyak. Nah, itu bisa di angka 70% lah. Yang di luar negara kita, jadi ada isu teknologi. Nanti pekerja-pekerja kita akan digantikan oleh robot otomatisasi," katanya.
Di sisi lain, ia bilang kondisi industri di Tanah Air masih belum sepenuhnya menerapkan otomatisasi. Justru, industri di sini masih lebih menerapkan sistem padat karya dan belum sepenuhnya berorientasi pada otomatisasi.
"Kenyataannya, pabrik-pabrik atau industri padat karya masih tetap. Nah, di Indonesia ya masih tetap padat karya orientasinya. Jadi, belum full otomatisasi. Artinya, pekerja-pekerja kita yang saat ini bekerja belum tergantikan oleh mesin, mudah-mudahan ini masih di-maintain dengan bagus," pungkasnya.
Lihat juga Video: Lulusan SMA Ngaku Dokter di Bantul Tipu Pasien hingga Rp 538 Juta