Membangun sebuah bisnis rintisan (startup) tidak pernah lepas dari risiko kegagalan. Berdasarkan Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS, sejak tahun 1994, tingkat kelangsungan hidup bisnis usaha kecil selama lima tahun hanya berkisar 50%, sementara pada 2018 dikisaran 57,3%.
Namun, di balik angka itu banyak kisah jatuh bangun para pendiri bisnis tersebut yang harus melewati tekanan finansial, kehilangan identitas, hingga kembali dan menemukan kesuksesan setelahnya.
Pengusaha serial Ismael Dainehine pernah merasakan pahitnya membangun usaha. Dia telah mendirikan banyak bisnis, setidaknya dua yang gagal, lalu ada tiga yang sukses. Dan baru-baru ini ia mendirikan perusahaan EverGive, sebuah organisasi nirlaba yang berinvestasi dalam Bitcoin untuk mengumpulkan donasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya benar-benar merasakan tekanan yang saya berikan pada diri saya sendiri karena keterbatasan finansial yang saya miliki dalam kehidupan pribadi saya. Tidak ada orang lain yang bisa memberi tekanan lebih besar pada saya saat itu selain saya sendiri," ujarnya dikutip dari CNBC Make It, Sabtu (27/9/2025).
Dainehine mengatakan bahwa dari kegagalan tersebut, ia mampu belajar bisnis-bisnis berikutnya menghasilkan pendapatan jutaan dolar sebelum ia keluar. Namun, ia mengingatkan bahwa bisnis selalu dihantui rasa kekhawatiran. "Tanpa jiwa dan hampa setelah beberapa saat," tambahnya.
Sementara itu, Klaas Ardinois mendirikan CommVision pada tahun 2024, sebuah perusahaan pengembang perangkat lunak yang berbasis di Inggris yang tutup setahun kemudian. Ia mengatakan tantangan emosional terbesar dari kegagalan adalah mengecewakan investor yang menanamkan modal di perusahaan, dan memberhentikan karyawan yang hidupnya berantakan.
Ardinois, yang menyalahkan kegagalan pada ketidaksesuaian pasar dan disesatkan oleh perusahaan modal ventura, mengatakan dia telah membujuk karyawan dari perusahaan sebelumnya untuk bergabung dengan CommVision.
"Secara emosional, sangat sulit untuk mencapai titik A: mengakui bahwa bisnis Anda sedang gagal. Lalu B: harus menghadapi dampak dari 'Saya akan benar-benar mengubah hidup orang lain'," ujarnya.
Lalu kisah lain datang dari Ainars Klavin, yang berbasis di Latvia, mendirikan agensi realitas tertambah Overly pada tahun 2013, yang hampir bangkrut dua kali.
Meskipun berhasil membalikkan keadaan dan menghasilkan omzet sebesar 1,5 juta euro (US$1,75 juta) pada tahun 2022, Klavins mengundurkan diri karena kelelahan.
Dia kemudian memberi kesempatan lagi pada kehidupan startup dan mengucurkan 500.000 euro ke startup berikutnya, yang ditinggalkannya pada tahun 2024 karena sedang kesulitan.
Sekarang menjadi manajer produk utama di perusahaan rintisan proptech Giraffe360, Klavins mengatakan kepada CNBC bahwa ia mengalami krisis identitas saat bertransisi dari seorang pendiri menjadi karyawan perusahaan.
"Ketika Anda keluar dari bisnis yang gagal, Anda mulai bertanya-tanya: apa yang Anda kuasai? Karena saat itu rasanya saya tidak ahli dalam hal apa pun," ujarnya.
"Saya telah berkorban begitu banyak untuk membuat ini berhasil, sampai-sampai saya kehilangan banyak identitas saya... Kehilangan identitas itu sangat menakutkan, karena Anda telah mengorbankan banyak hal lain yang merupakan bagian dari identitas Anda untuk membuat ini berhasil, dan jika Anda kehilangannya, Anda tidak punya apa-apa," tambahnya.
Pendiri adalah karyawan terbaik
Para pendiri yang kembali ke kehidupan korporat sebagai karyawan mungkin merasakan malu atau mendapatkan stigma yang melekat pada transisi tersebut, dan pemberi kerja bahkan dapat mendiskriminasi mereka.
Sebuah studi tahun 2024 yang dipimpin oleh Rutgers Business School, mengirimkan resume palsu kepada 219 orang dengan pengalaman rekrutmen perusahaan. Lamaran fiktif tersebut memiliki kualifikasi yang identik, tetapi beberapa di antaranya adalah mantan pemilik bisnis.
Ditemukan bahwa perekrut cenderung tidak merekomendasikan mantan pemilik bisnis untuk suatu posisi, yang digambarkan sebagai "hukuman kewirausahaan" dalam studi tersebut. Perekrut tampak lebih ragu untuk mempekerjakan seseorang yang terbiasa menjadi bos bagi diri mereka sendiri dan bekerja secara mandiri.
Namun, spesialis hubungan masyarakat Alain Rapallo mengatakan bahwa pendiri sebenarnya dapat menghasilkan karyawan terbaik. Rapallo meninggalkan peran korporatnya sebagai direktur PR untuk memulai agensinya sendiri pada tahun 2021, tetapi kembali ke kehidupan karyawan hanya tiga tahun kemudian.
"Kewirausahaan adalah sebuah keuntungan, karena ketika Anda seorang pendiri dan Anda bekerja sendiri, jika Anda berhasil melewati tahun pertama, Anda hampir melakukan setiap peran yang dilakukan perusahaan mana pun dalam skala yang lebih kecil, tetapi Anda hampir melakukannya," katanya.
Rapallo mengatakan menjalankan bisnis juga mengasah keterampilan seperti multitasking dan manajemen waktu.
"Startup itu memang susah payah, tapi Anda [sebagai karyawan] tidak selalu mengerjakan semua pekerjaan. Anda tidak punya mentalitas untuk mengembangkan bisnis. Biasanya, Anda hanya punya mentalitas untuk mengurus klien atau akun," tambahnya.
(hns/hns)