Investor Butuh Bukti, Bukan Janji di Laporan ESG

Investor Butuh Bukti, Bukan Janji di Laporan ESG

Heri Purnomo - detikFinance
Minggu, 28 Sep 2025 10:15 WIB
A diverse team of business professionals celebrating with a high-five during an ESG (Environmental, Social, and Governance) meeting in a bright, modern office environment.
Ilustrasi/Foto: Getty Images/ATHVisions
Jakarta -

Laporan keberlanjutan kini bukan lagi sekadar formalitas perusahaan, tapi dituntut semakin akurat, berbasis bukti, serta relevan dengan kebutuhan publik dan investor. Hal ini mengemuka dalam forum Ngulik yang digelar Indonesian Society of Sustainability Professionals (IS2P), menghadirkan Lany Harijanti, ASEAN Regional Program Manager Global Reporting Initiative (GRI), dan Salman Nursiwan, Sustainability Expert KTM Solutions.

Lany menjelaskan bahwa GRI Standard tetap menjadi rujukan global berkat proses penyusunan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masukan dari IS2P. Sejumlah pembaruan penting sedang berjalan agar laporan keberlanjutan lebih menjawab tantangan saat ini.

Beberapa pembaruan tersebut mencakup pelaporan yang diperluas dari employees ke workers, termasuk pekerja kontrak maupun yang berada di bawah kendali perusahaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk isu iklim, GRI meluncurkan standar baru, GRI 102, yang mewajibkan perusahaan menyampaikan transition plan, skenario adaptasi, serta target pengurangan emisi rinci untuk Scope 1, 2, dan 3," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (29/8/2025).

Menurut Lany, pembaruan tersebut menekankan pentingnya akurasi dan keterbukaan. Pasalnya jika data yang dicantumkan tanpa bukti maka hanya akan menimbulkan risiko greenwashing.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, GRI juga tengah memperkuat interoperabilitas dengan standar IFRS. Dimana GRI fokusnya kepada dampak sosial dan lingkungan, sedangkan IFRS pada financial materiality.

"Keduanya saling melengkapi untuk menjawab kebutuhan publik maupun investor," katanya.

Adapun diskusi yang digelar IS2P itu menunjukkan bahwa keberhasilan laporan keberlanjutan tidak hanya bergantung pada kepatuhan regulasi. Faktor lain yang menentukan adalah kemauan perusahaan untuk terus memperbarui praktiknya.

"Standar yang diperbarui membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan isu-isu terkini seperti iklim, hak pekerja, hingga tata kelola. Laporan yang baik bukan sekadar kewajiban, tetapi sarana untuk membangun kepercayaan," kata Lany.

(rrd/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads