Sekolah Elit, Kaya Raya, tapi Akhirnya Jadi Gembel

Sekolah Elit, Kaya Raya, tapi Akhirnya Jadi Gembel

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 29 Sep 2025 16:37 WIB
Sleeping on the streets of Las Vegas will be illegal in downtown and residential areas of the gambling city (AFP Photo/JEWEL SAMAD)
Ilustrasi/Foto: AFP Photo/JEWEL SAMAD
Jakarta -

Hidup mewah dan punya banyak uang biasanya menjadi impian banyak orang. Sebab kalau memiliki banyak uang, banyak hal bisa dilakukan untuk menyenangkan diri sendiri. Contohnya belanja dan jalan-jalan.

Namun bagi sebagian orang, kekayaan bukan sumber kebahagiaan. Hal ini seperti yang dirasakan Zhao Dian (32). Pemuda asal China ini lebih memilih untuk meninggalkan gaya hidup elit bergelimang harta dan menjadi tunawisma alias gembel.

Melansir SCMP, Senin (29/9/2025), Zhao menghabiskan masa kecilnya di Shanghai sebelum pindah ke Selandia Baru pada usia 10 tahun. Ia menjadi pusat perhatian di dunia akademis, meraih dua gelar sarjana dan tiga gelar magister di bidang keuangan saat tinggal di Sydney, New York, Beijing, dan Paris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun mendapat tekanan tanpa henti dari orang tuanya untuk sukses, Zhao tetap tertarik untuk menekuni ilmu pengetahuan. Dengan berbagai prestasi itu, ia mudah mendapatkan pekerjaan 'elit' dengan gaji super besar.

Belum lagi dengan kemampuan finansial orang tuanya yang kini tinggal di Selandia Baru, tak berlebihan jika ia hidup dalam kemewahan. Namun baginya, pendidikan bergengsi, rasa puas dari pekerjaan bergaji besar, dan sederet prestasi lainnya terasa seperti belenggu.

ADVERTISEMENT

Setelah bertahun-tahun tinggal di luar negeri, ia berjuang melawan kesepian yang mendalam dan sesekali hanya menemukan penghiburan di antara sesama ekspatriat China. Hingga saat ia tinggal di Paris, Zhao sempat bekerja di dapur sebuah restoran China. Saat itu ia merasa menemukan kegembiraan dalam melakukan tugas-tugas sederhana.

"Mencuci piring bisa membawa kebahagiaan, jadi mengapa harus menunggu pekerjaan ideal?" ungkapnya dengan penuh keyakinan.

Hingga pada 2023, Zhao kembali ke China. Awalnya ia bekerja sebagai pelayan di festival bir lokal dan di sebuah hotel. Dari sana dia terus hidup berpindah-pindah sampai tiba di Dali, Yunnan, dan memutuskan hidup sepenuhnya di jalanan.

Sehari-hari ia bangun jam 7 pagi dan tidur jam 9 malam, sesekali mandi di hostel. Ia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan makan di restoran vegetarian gratis dan mengandalkan fasilitas hotel untuk mencuci pakaian.

Dengan gaya hidup sederhana ini, Zhao hanya menghabiskan 100 yuan atau Rp 233.800 (kurs Rp 2.338 per yuan) tiap bulannya. Sementara total tabungan pribadi dari hasil kerja sebelumnya saat ini sekitar 2.500 yuan atau Rp 5.845.000.

Zhao merasa dengan memiliki gaya hidup berbiaya rendah telah meningkatkan rasa kepuasannya secara signifikan. Meskipun bersekolah di lembaga pendidikan bergengsi, ia percaya banyak anak muda sekarang ini sering merasa tersesat dan terombang-ambing akibat lingkungan pendidikan yang tidak menyehatkan.

(igo/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads